PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meskipun kemerdekaan Indonesia telah
diproklamasikan, Belanda tetap saja tidak mau mengakui kelahiran negara
indonesia dengan melakukan tindakan – tindakan polisionil yang
nampak dalam agresi militer satu dan dua. Disamping Belanda pun membuat negara
boneka yang bertujuan mempersempit wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Negara
boneka tersebut dipimpin oleh Van Mook.
Belanda mengadakan konferensi
pembentukan Badan Permusyawaratan Federal(BFO) yang dilaksanakan pada tanggal
27 Mei 1948.
Dan pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda mengadakan Agresi Militer Belanda dengan menyerang kota Yogyakarta dan menawan Presiden dan Wakil Presiden beserta pejabat lainnya. Namun sebelum itu Presiden mengirimkan radiogram kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara yang mengadakan perjalanan di Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) sebagai mandat politik., untuk tetap menjalakan pemerintahan.
Dan pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda mengadakan Agresi Militer Belanda dengan menyerang kota Yogyakarta dan menawan Presiden dan Wakil Presiden beserta pejabat lainnya. Namun sebelum itu Presiden mengirimkan radiogram kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara yang mengadakan perjalanan di Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) sebagai mandat politik., untuk tetap menjalakan pemerintahan.
Dengan begitu Indonesia menunjukkan
kegigihan mempertahankan wilayahnya dari segala agresi Belanda. Yang menarik
disini adalah bagaimana dunia internasional mulai memperhatikan Indonesia yang
mendapat tekanan dari Belanda, hal ini memang tidak terlepas dari politik
diplomasi yang memang diarahkan untuk mendapatkan simpati dunia Internasional,
seperti dengan memberi bantuan 50. 000 ton beras ke India, sehingga masalah
intern dalam negeri pun tidak luput dari perhatian PBB.
Akhirnya konflik bersenjata harus segera
diakhiri dengan jalan diplomasi. Dimana isi dari perjanjian Roem – Royen ini
adalah dilakukannya gencatan senjata, dan menghentikan perang gerilya yang jika
dilihat dari sisi positifnya adalah Indonesia dapat meminimalisir jatuhnya
korban lebih banyak, dan membuka jalur diplomasi lainnya, yakni KMB sebagai
ujung dari perjuangan diplomasi Indonesi. Dan atas inisiatif Komisi PBB untuk
Indonesia, maka pada tanggal 14 April 1949 diadakan perundingan di Jakarta di
bawah pimpinan Merle Cochran, Anggota Komisi Amerika.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sikap TNI atas perjanjian Roem
– Royen ?
2. Bagaimana situasi politik setelah
perundingan tersebut ?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan bagaimana tanggapan
pihak militer, sehubungan dengan diadakannya perjanjian Roem – Royen.
2. Menjelaskan bagaimana situasi politik di
Indonesia, pasca perundingan Roem – Royen.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini
terbagi kedalam tiga bagian, yaitu Bab I, Bab II dan Bab III.. BAB I,
berupa pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang penulisan makalah,
rumusan masalah yang terdapat di makalah, tujuan dalam penulisan makalah,
metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini dan sistematika dalam
penulisan makalah.
BAB II, berupa isi dari makalah yaitu
mengenai dampak yang terjadi setelah perundingan tersebut, baik reaksi militer
maupun situasi politik yang terjadi di Indonesia.
BAB III, berupa kesimpulan yang
menyimpulkan pembahasan dari beberapa permasalah dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Sikap TNI setelah Perjanjian Roem-Royen
Hasil perundingan Roem-Royen
ini mendapat reaksi keras dari berbagai pihak di Indonesia, terutama dari pihak
TNI dan PDRI, ialah sebagai berikut:
Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia Jenderal Sudirman pada tanggal 1 Mei 1949 mengeluarkan amanat yang ditujukan kepada komandan-komandan kesatuan memperingatkan agar mereka tidak turut memikirkan perundingan, karena akibatnya hanya akan merugikan pertahanan dan perjuangan.
Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia Jenderal Sudirman pada tanggal 1 Mei 1949 mengeluarkan amanat yang ditujukan kepada komandan-komandan kesatuan memperingatkan agar mereka tidak turut memikirkan perundingan, karena akibatnya hanya akan merugikan pertahanan dan perjuangan.
Amanat Panglima Besar
Sudirman itu kemudian disusul dengan maklumat-maklumat Markas Besar Komando
Djawa (MBKD) yang meyerukan agar tetap waspada, walaupun ada
perundingan-perundingan yang menghasilkan persetujuan.
Perkiraan TNI terhadap
kemungkinan serangan dari pihak Belanda tidak meleset. Pasukan-pasukan Belanda
yang ditarik dari Yogyakarta dipindahkan ke Surakarta. Dengan bertambahnya
kekuatan Belanda di Surakarta dan akibatnya Letnan Kolonel Slamet Riyadi yang
memimpin TNI di Surakarta memerintahkan penyerangan-penyerangan terhadap
obyek-obyek vital di Solo. Di tempat lain pun perlawalan gerilya tetap
berjalan, tanpa terpengaruh oleh perundingan apa pun hasilnya.
Kemudian bersamaan dengan
berlangsunya Konferensi Inter-Indonesia pada tanggal 1 Agustus 1949 di Jakarta
diadakan perundingan resmi antara Wakil-wakil RI BFO dan Belanda di bawah
pengawasan UNCI yang menghasilkan Persetujuan Penghentian Permusuhan. Presiden
selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI melalui Radio Republik Indonesia
di Yogya pada tanggal 3 Agustus 1949 mengumumkan perintah menghentikan
tembak-menembak, hal serupa dilakukan pula oleh Jenderal Sudirman, Panglima
Besar TNI. Pada hari yang sama, AHJ Lovink, Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan
Belanda sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Belanda di Indonesia
memerintahkan kepada serdadu-serdadunya untuk meletakkan senjata, yang berarti
kedua belah pihak menghentikan permusuhan secara resmi yang pelaksanaannya
diawasi oleh KTN dari PBB.
Dalam perjanjian Roem-Royen ini pihak angkatan perang
sebaliknya menyambut adanya persetujuan itu dengan perasaan curiga. Panglima
besar angkatan perang Jenderal Soedirman pada tanggal 1 Mei 1949 memperingatkan
kepada para komandan kesatuan agar tidak memikirkan masalah perundingan.
Pernyataan sama untuk mempertegas amanat Panglima Besar Jenderal Soedirman
dikeluarkan juga oleh Paglima Tentara dan Territorium Jawa Kolonel A.H.
Nasution pada tanggal 5 Mei 1949. Pernyataan itu mengetengahkan bahwa
perundingan yang dilaksanakan itu hanyalah merupakan taktik perjuangan, dan
diperingatkan kepada semua komandan agar membedakan antara gencatan senjata
untuk kepentingan politik dan untuk kepentingan militer. Pada pokoknya dari
kalangan angkata perang tidak terdapat kepercayaan akan berhasilnya perundingan
karena menurut pengalaman dengan Linggarjati. Renville, dll. Perundingan atau
persetujuan dengan Belanda dianggap selalu merugikan perjuangan. Sebagai tindak
lanjut dari persetujuan Roem-Royen, pada tanggal 22 Juni diadakan perundingan
formal antara RI, BFO dan Belanda di bawaha pengawasan komisi PBB, dipimpin
oleh Critchley (Australia). Hasil perundingan itu adalah:
1.
Pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta dilaksanakan pada
tanggal 24 Juni 1949. Karasidenan Yogyakarta dikosongkan oleh tentara Belanda
pada tanggal 1 Juli 1949 dan pemerintah RI kembali ke Yogyakarta setelah TNI
menguasai keadaan sepenuhnya daerah itu
2.
Mengenai penghentian permusuhan akan dibahas setelah
kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta
3.
Konferensi Meja Bundar diusulkan akan diadakan di Den Haag
Setelah para pemimpin RI berkumpul kembali di Yogyakarta,
maka pada tanggal 13 Juli 1949 jam 20.30, diadakan sidang kebinet RI yang
pertama. Pada kesempatan itu, Mr. Sjarifudin Prawiranegara mengembalikan
mandatnya kepada Wakil Presiden/Perdana Mentri Moh. Hatta. Dalam sidang kabinet
diputuskan untuk mengangkat Sri Sultan Hamengkubowono IX sebagai Mentri
Pertahanan dan Koordinator Keamanan. Divisi III di Jawa Tengah terhitung cepat
dalam menyusun pertahanannya, mereka telah membagi dalam 3 daerah pertahanan,
yang disebut’wehkreise’. Wehkreise I dipimpin oleh letnen kolonel mohammad
bakhrun, posnya berada disebelah selatan purbolinggo. Wehkreise II dpimpin
letkol suharto, posnya sebelah utara purworejo Wehkreise III dipimpin letkol
sarbini, posnya didaerah pegunungan manoreh.
Daerah
wehkreise I
Dalam perkembangan keadaan
gerilya dapat diuraikan sebagai berikut. Dengan tibanya bantuan dari batalion
lain maka aksi gerilya meluas namun tanpa koordinasi.
Pada tanggal 4 januari 1949
lurah desa pakajangan terbunuh oleh 5 orang denagn pistol. Pada 10 januari 1949
pasukan dari divisio siliwangi menyerang pos AP dan kantor wedanan di
randudongkal, orang cina setempat menyatakan bahwa pasukan tersebut tidak
menggangu mereka.
Tanggal 23 januari 1949
pukul 10 pagi kereta api dari purwokerto ke tegal diserang di dekat bumiayu,
pada sebuah tikungan beberapa baut telah dicabut, sehingga kereta api itu
sebagain jatuh kedalam sungai, para pengawal dapat menghalau para penyerang
sesudah terjadi tembak menembak, diantara penumpang kereta ada tujuh orang
mati.
Pasukan siliwangi dalam
perjalanan kembali ke jawa barat sering mengadakan serangan di tengah jalan,
baik untuk melindungi teman teman maupun perbekalan.
Pada 6 Februari 1949 pukul 2
malam diadakan yang pertama ke kota pemalang, penghadangan pada pagi hari
tanggal 8 Februari di pengiringan memusnahkan 2 truk musuh beserta
penumpangnya, kota belik di selatan digempur pada 11 februari malam hari, dalam
serangan ini sebuah truk musuh yang penuh penumpoang rusak karena melanggar
ranjau yang dipsang pasukan.
Tak lama kemudian diadakan
pula serangan malam terhadap kota pemalang selama beberapa jam. Tanggal 18
februari penguasa onderneming petarukasn dan bandarjawa di kepatihan pemalang,
van der rest, ketika mengunjungi pabriknya telah masuk perangkap dan mati
tertembak.
Hasil serangan pada bulan
maret adlah pada tanggal 9 februari malam perkebunan karet prumpangan diserang
oleh pasukan gerilya, ternyata perkebunan itu dijaga denagn kuat oleh militer
belanda sehingga serangan kurang berhasil.
Tanggal 12 sebuah jeep milik perkebunan tomo wonodadi
ditembak oleh para gerilya, istri administratur perkebunan tersebut, nyonya
hoppe tewas.
Tanggal 10 april 1949 malam’subwehkreise’ suhadi
melancarkan derangan malam atas kota batang, sementara itu sebuash jeep yang
datang dari semarang dihancurkan, sedangkan sebuah pantserwagen melanggar
ranjau darat, berapa korban musuh tidak dapat diketahui.
Suatu aksi pembersihan oleh musuh yang menyerbu denagn
4 kolone di desa bukus kajen
mengakibatkan terjadi pertempuran yang berlangsung antara pukul 3 sampai 6
sore.
Penghadangan pasukan gerilya pada 15 april didesa banjarsari terhadap kereta api pagi
yang terdiri dari 2 lokomotif dan 13 gerbong, mengakibatkan pertempuran sekitar
1 jam, pasukan musuh menembak dar dalam gerbong yang kemudian dapat dikalahkan,
dua orang masinis dan stoker ditawan, dua jam kemudian pasukan musuh
berdatangan denagn truk dan pesawat pemburu, pasukan gerilya pun mengundurkan
diri.
Tanggal 1 februari sebuah patroli musuh mengepung desa
semayu, kemudian menembaki kampung, tujuh rumah terbakar, 59 orang jadi korban.
Dan aksi pembersihannya di kilimanuk mengakibatkan kerugian di pihak
gerilyawan.
Pengeroyokan oleh musuh terhadap kampung kampung
hampir setiap hari terjadi, ditambah lagi denag penembakan dan penyitaan, serta
tindakan lain yang membuat rakyat menderita.
Daerah
wehkreise II
Berada di bawah pimpinan letkol sarbini.
Pada 5 januari 1949 kota magelang mulai mendapat
serangan gerilya, gudang pakaian musuh dapt dikuasai, dan berhasil membawa
bahan pakaian tapi dapat direbut kembali oleh musuh.
22 januari gerilyawan menyerang dengan 1 peleton,
hasilnya seminari yang ditempati oleh musuh mengalami kerusakan, lalu pada 26
januari pasukan gerilya menyerang lagi untuk kedua kalinya dan seminari ityu
dibakar, markas musuh dilempari granat.
3 februari kota temanggung mendapat giliran,
gerilyawan menyerbu kedalam dan melakukan kekacauan selama sejam.
Kota purworejo pada saat itu pula diserang oleh
pasukan gerilya yang bersarang di sekeliling kota. Pada 6 februari satu peleton
menyelundup kedalam kota magelang, selama 6 jam mereka melakukan pembakaran,
penembakan dan penghantaman terhadap kakitangan NICA. Kota distrik parakan
diserbu pada hari berikutnya, dalam pertempuran malam yang berlangsung sekitar
3 jam beberapa orang musuh berhasil ditewaskan. Kota kebumen
bertutrut-turut diserang pada tanggal 8,9
dan 10 maret oleh batalyon sudarmo, hasil dari pertempuran itu sama –sama
menewaskan beberapa prajurit.
Tanggal 2 april para gerilyawan melancarkan serangan
terhadap grabag yang dibantu sepenuhnya oleh rakyat, hasilnya kemenangan
berhasil didapatkan. Pada tanggal 1 mei tepat pukul 08.30 pagi grabag diserbu
dengan kekuatan 4 kompi, balabantuan musuh berdatangan dengan truk dan kereta
api dari magelang, namun balabantuan ini dihadang oleh 2 peleton gerilyawan
dalam kereta api ada 9 korban sedangkan 3 buah truk dengan penumpangnya
debinasakan. Tepat pada hari lahir ratu juliana tanggal 30 april kota magelang
diserang dengan tembakan mortir, yang ditujukan ke jembatan kali elo dan
tangsi-tangsi.
Pada awal bulan maret kegitan penghadangan disekitar
magelang diperketat, penghadangan itu berhasil mebinasakan dua buah truk
beserta penumpangnya. Tanggal 28 maret pagi kompi gatotkoco menghadang sebuah
konvoi belanda yang terdiri dari sebuah jeep dan 5 truk bermuatan tentara,
setelah jeep dan truk pertama lewat, yang berikutnya baru ditembaki. Sebuah
truk hancur dengan isinya, dan dalam pertempuran jarak dekat sebuah truk lagi
berhasil dirusak dan beberapa senjata dirampas.
8 april KODM muntilan mengerahkan 600 orang untuk
merusak jalan raya dan rel kereta api di blambang. Satu peleton kompi
menghadang sebuah konvoi di dekat salam, penghadangan pada esok harinya di
blondo dan japenan berhasil meluluhkan musuh.
Sementara itu kegiatan penghadangan di daerah kebumen,
dua regu TNI yang bersarang di gunung mijil memasang bom tarik hasilnya
beberapa truk berhasil dihancurkan, namun bantuan musuh segera datang setelah
bertempur pasukan gerilya akhirnya mundur.
Pada tanggal 23 februari didesa blancir patroli musuh
menembak 17 orang penduduk sehingga tewas semuannya. Pada hari itu pula
wonoyoso patroli musuh bertempur denagn AUI. Dua hari kemudian 5 pesawat
terbang musuh melancarkan serangan udara terhadap desa ambal. Mereka
menjatuhkan 30 bom dan menembak dengan mitralyur.
Tanggal 2 maret patroli musuh bergerak ke kendenter,
kenteng dan pinang kulon, ditempat ini mereka merampas uang rakyat, sejumlah
kain, obat dan beberapa wanita diperkosa, dalam perlawanan yang dinerikan
pasukan gerilya dibendungan, kepala staf brigade 9, mayor ismullah ditawan
musuh. Pada 19 maret pasukan belanda menuju ke sruni untuk menghantam pasukan
AUI.
Pada 11 april musuh melakukan pembersihan di bagelen
dan jenar. Dalam pertempuran disana seorang pasukan gerilya gugur, pertempuran
denagn AUI di wonosari mengakibatkan 5 pasukan gugur, pasukan AUI tidak mengindahkan
provokasi musuh dan terus berjuang dengan TNI melawan penjajah. Dari hari ke
hari mulai tampak bahwa musuh kemampuannya hanyalah sampai menduduki satu-dua
tempat sambil berpatroli 10km disekitarnya.
Pada tanggal 3 dan 4 januari malam kota sumpiuh
berturut turut diserbu. Penyerbuan pertama dilakukan malam hari serangan
dilancarkan dari berbagai jurusan, ditujukan pada pos dan bivak militer yang
terletak dimuka dan disamping kewedanaan. Tembak menembak kemudian terjadi
pabrik beras srikaton malam itu dibakar. Serasngan kedua ditujukan pada pos-pos
militer, dan dilakukan dari jarak dekat dengan menggunakan mortir dan granat.
Pada tanggal 29 januari kota distrik majenag diserang
oleh seksi suropati. Di pihak musuh jatuh beberapa korban juga konvoi pagi itu
dihadang antara ciawitali onderneming kawung dengan 1 kompi. Dua truk dan 3
orang musuh menjadi korban, beberapa jam kemudian usaha untuk melucuti algemene
politie di gandrungmangun gagal, karena musuh mendatangkan bantuan dengan
kereta api. Pada saat gerilyawan di kota distrik sidareja bertempur denagn
musuh, pasukan gerilya mendapat pukulan telak karena banyak prajuritnya yang
tewas, beberapa hari kemudian kompi suwaji membalas denagn serangan atas kota
distrik maos, sejumlah bangunan penting dibakar.
Aeal bulan maret sepassukan peronda polisi yang
terdiri dari 27 orang dari datasemen salatiga disertai oleh 6 pegawai IVG
memasuki desa jomblang untuk menangkap beberapa anggota pasukan merbabu. Mereka
disambut denagn tembakan , mortir dan senapan oleh gerilya yang ada ditempat
itu. Patroli terseburt segera mencari perlindungan, lalu membalas menembak. Sesudah
berlangsung tembak menembak patroli polisi tampaknya kehabisan peluru. 2 buah
truk dengan 30 orang serdadu zeni KL yang kebetulan lewat segera memberi
bantuan. Ketika itu juga pasukan gerilya mendapat bantuan. Di pihak musuh
kemudian datang militer lebih banyak lagi di salatiga dan datang 2 pesawat
pemburu dari semarang.
Menghadapi kakuatan musuh yang beghitu besar, pasukan
gerilya terpaksa mundur dengan tergesa –gesa denagn meninggalkan senjata,
mortir, serta surat-surat penting. Didaerah kendal berangsur-angsur kegiatan
gerilya terasa kembali dan menyerang desa sukareja, beberapa rumah dibakar. Bisa
dikatakan bahwa didaerah semarang khususnya kabupaten semarang, pemerintah
belanda lumpuh,
Daerah
wehkreise III
Meski pada awalnya masyarakat yogya tidak ada semangat
untuk melakukan perlawanan, namun lama kelamaan semangat itu kembali berkobar.
Sebelum serangan dilancarkan ada beberapa rencana dalam melakukan serangan
tersebut, yaitu: 1. Mengadakan serangan malam
2. menghancurkan kekuatan musuh
sebanyak-banyaknya
3. merampas senjata musuh sebanyak-banyaknya
4. membumihanguskan tempat yang dianggap
penting
Tanggal 29 maret 1948 jam 16.00 pasukan gerilya sudah siap
sedia, lalu bergerak ke tempat pangkalan penyerangannya masing –masing. Lebih
kurang pada jam 7 malam semua telah sampai ditempatnya, penyerangan dilakukan
dari segala arah.
Jam 21.00 tembakan pertama dimulai kletika pasukan
yang bergerak kedalam. Pasukan gerilya telah dapat menduduki tempat
masing-masing disekitar kantor pos, dan secodiningratan, nagbean, patuk,
pkuningratan, sentul dan pogok. Tembak-menembak di tepi kota semakin sengit.
Belanda menebak terus menerus, mungkin karena pasnya yang ada ditepi kota
mendapat serangan maka pasukan yang ada di kota bersiap membantu. Namun begitu
keluar dari tangsinya pasukan belanda disambut pasukan gerilya yang telah
menunggu disitu, terjadilah tembak menembak, pasukan gerilya yang telah bersiap
menyerbu tiap tangsi dari belakang segera menyerbu ke dalam,
Pertempuran terjadi hingga pukul 04.00. pasukan
gerilya mulai meninggalkan kota menuju tempat masing-masing. Pada pertempuran
ini belanda banyak menelan korban. Pasukan gerilya yang datang dari arah
selatan baru sampai 1km dari tepi kota. Pasukan belanda yang menyerang bantul
dengan mengadakan omweg, pada 30 desember bergerak menuju kota, pasukan
tersebut berjumpa dengan pasukan gerilya dari sektor selatan yang baru kembali
dari menyerang kota. Pertempuran segera terjadi sampai pukul 13.00 bantuan
belanda dari kota datang beserta pesawat terbangnya, pasukan gerilya pecah dan
menghindarkan diri dari penghancuran tersebut. Terpecah menjadi pasukan yang
kecil dan bergerak ketempat yang telah ditentukan.
Ketika belanda teris melakukan pembersihan setiap
harinya sehingga rakyat menderita, dalam situasi ini kaum gerilya menerapkan
taktik bumihangus yang sebelumnya kurang berhassil. Gedung persenjataan tugu
dibakar, jembatan patangpuluhan diledakan, pabrik gula sorogedug dan padokan
dihancurkan.padda tanggal 15 januari 1949 sepasukan musuh beraksi di daerah
padokan, sekitar bantul-imogiri. Jatuh korban 16 orang dari pihak gerilya. Dua
hari kemudian patroli musuh yang berkekuatan besar bergerak dari arah maguwo
melalui bawuran menuju imogiri. Esok harinya musuh menyerang imogiri dari arah
utara denagn 5 pesawat terbang, terjadilah tembak-menembak, korban dari pihak
kita ada 3 orang.
Kotagede, dipinggir tenggara ibukota menjadi sarang
gerilya yang panas, tanggal 25 januari siang patroli musuh membakari rumah dan
menyita barang penduduk denagn sewenang-wenang. Pada 3 februari terjadi aksi
pembersihan besar-besaran di sekitar kotagede, aksi mereka berlangsung selama 8
jam. Korban mencapai 2 orang tentara dan 23 rakyat.
Pada 8 april patroli musuh yang berkekuatan 1 peleton
di dessa jonggalan-klemisan dikepung oleh pasukan penghadang. Dalam pertempuran
yang sengit, ketika pasukan kita hampir kehabisan peluru, kita bersiap untuk
pertempuran tangan kosong. Kemudian datang bantuan musuh sekitar 18 truk.
Tempat persembunyian ditembaki mortir dan terjadi pertempuran dari dekat
sesudahnya. Akhirnya pasukan kita mengundurkan diri karena tidak sanggup
melawan pasukan besar musuh.
Serangan gangguan kita selama 6 jam ke dalam kota Yogyakarta
pada 1 maret mungkin tidak berarti besar dalam hubungan operasi militer secara
menyeluruh, dilihat dari segi jumlah kerugian pada kedua belah pihak. Memnagng
aksi gerilya itu satu per satu kecil kelihatannya akan tetapi didalamnya tedapat
tujuan hakiki perang gerilya, yaitu menimbulkan efek dalm bidang politik dan
psikologis. Pada hatri selasa tanggal 1 maret pagi pos –pos Belanda yang berada
di perbatasan kota telah ditembaki, tepat pada pukul 6 pagi gi berbagai tempat
dikota terjadi penembakan secara hebat.
Segera militer belanda mengambil tindakan untuk
menghalau serangan tersebut, sebuah kolone yang dihadapkan tehadap gerombolan
yang menyerang dari selatan dengan melalui kota menuju ketempat yang terancam
itu. Kolone itu mendapat tembakan yang hebat dari bagian kraton luar dan
setelah kolone itu berhasil mencappai tembok utara dari kraton dalam, juga
dialami penembakan dari dalam kraton. Pada saat itu belanda ditembaki oleh para
penembak yang bersembunyi di pohon-pohon yang berada di kraton dalam. Karena
itu komandan kolone meminta izin memasuki kraton, permintaan segera dikabulkan
sri sultan. Setelah sri sultan menerangkan bahwa dihalaman kraton dalam tidak
ada anggota gerombolan penyerang, maka tidask diadakan penyelidikan lebih lanjut
dalam kraton dalam. Demikianlah perang gerilya di Yogya semakin berkobar dari
hari ke hari dan memuncak sekitar waktu tercapainya persetujuan rum-royen,ini
membuktikan kesanggupan rakyat dan tentara untuk melakukan perlawanan sampai
beberapa waktu lamanya.
Meski terkesan sama seperti didaerah lain yang
melakukan perlawanan secara gerilya, namun sesungguhnya bumi hangus di daerah Solo
lebih hebat daripada didaerah yogya, karena lebih panjang waktu pelaksanaanya,
sedangkan daerah Yogya sangat kompleks dalm hal pimpinan pertahanan, berhubung
banyaknya instansi-instansi pusat. Salah satu serangan hebat terhadap solo
adalah serangan yang dilancarkan tentara pelajar pada tanggal 16-17 maret 1949.
Beberapa kelompok gerilya sekitar pukul 7 melakukan serangan terhadap tangsi
polisi di panalaran, tangsi artileri di tipes, asrama polisi di baron, seksi
polisi I, dan kantor MP di mangunjayan, pos militer bagian LTD di sriwedar dan
stasiun balapan.
B. Situasi Politik setelah Perjanjian
Roem-Royen
Pada tanggal 7
Mei disepakati bahwa Sukarno dan Hatta akan memerintahkan genjatan senjata
sekembalinya mereka ke Yogyakarta. Bahwa Belanda akan menerima pihak Republik
pada Konferensi Meja Bundar yang akan digelar, dan bahwa mereka tidak akan
mendirikan negara-negara federal baru.
Pada tanggal 6
Juli 1949, pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta, yang sudah ditinggalkan
oleh pasukan-pasukan Belanda pada akhir bulan juni. Soedirman dan
pimpinan-pimpinan tentara lainnya enggan mengakui kekuasaan sipil yang mereka
anggap telah meninggalkan Republik. Akan tetapi, pihak militer akirnya mengakui
ketika Sukarno mengancam akan mengundurkan diri kalau mereka tidak
melakukannya. Suatu konferensi diselenggarakan di Yogyakarta dan Jakarta pada bulan Juli. Di
dalam konferensi itu, negara-negara federal ternyata mempunyai banyak
kepentingan yang sama dengan Republik, sebagian besar dikarenakan rasa hormat
mereka atas perlawanan Republik dan kekecewaan mereka atas kelalaian Belanda
untuk menyerahkan kekuasaan yang penting kepada mereka. Konferensi tersebut
bersepakat bahwa tentara republik akan menjadi inti kekuatan militer bagi
Republik Indonesia Serikat yang baru dan bahwa Sukarno serta Hatta akan menjadi
presiden dan wakil presiden negara itu.
Pada tanggal 1 Agustus,
diumumkanlah genjatan senjata yang akan mulai berlaku di Jawa pada tanggal 11
Agustus dan Sumatera pada tanggal 15 agustus. Justru sebelum genjatan senjata
itu dilaksanakan, pasukan-pasukan Republik berhasil merebut kembali sebagian
besar Surakarta dan mempertahankannya selama dua hari. Bentrokan-bentrokan
berikutnya yang berdiri sendiri berlanjut sampai bulan Oktober. Akan tetapi,
sedikit demi sedikit, penyerahan kekuasaan militer yang terintegrasi bagi RIS
diurus oleh Hamengkubawana IX selaku koordinator keamanan. Akan tetapi, ada beberapa
wilayah yang bergolak seperti Sulawesi Selatan, Sumatera Timur, Kalimantan
Selatan dan Jawa Barat, dimana proses ini mengahdapi perlawanan dari
pasukan-pasukan liar setempat.
Dengan disepakatinya
prinsip-prinsip Roem-Royen tersebut, pemerintah darurat RI di Sumatra
memerintahkan kepada Sultan Hamengkubowono IX untuk mengambilalih pemerintahan
di Yogyakarta apabila Belanda mulai mundur dari Yogyakarta. Partai politik yang
pertama kali menyatakan setuju dan menerima baik tercapainya persetujuan Roem-Royen
adalah Masyumi. Dr. Sukiman selaku ketua umum Masyumi menyatakan bahwa sikap
yang diambil oleh delegasi RI adalah dengan melihat posisi RI di dunia
internasional dan di dalam negeri sendiri, apalagi dengan adanya sikap BFO yang
semakin menyatakan hasratnya untuk bekerjasama dengan RI. Sedangkan Mr. Surjono
Hadinoto, ketua umum PNI menyatakan bahwa Persetujuan Roem-Royen merupakan satu
langkah ke arah tercapainya penyelesaian dari masalah-masalah Indonesia.
Akhirnya kedua partai ini mengeluarkan pernyataan bersama bahwa Persetujuan
Roem-Royen sekalipun masih kurang memuaskan, namun beberpa langkah ke arah
penyelesaian pertikaian Indonesia-Belanda.
BAB III
KESIMPULAN
Pada intinya perjuangan mempertahankan
kedaulatan Negara Kesatuan Republk Indonesia dilakukan secara simultan/
beriringan antara perlawanan bersenjata seperti yang terjadi di Bandung, Bali,
Ambarawa, Surabaya dan daerah lainnya, juga melalui jalur diplomasi yang
arahnya untuk menarik simpati dunia Internasional seperti diplomasi beras ke
India, Renville dengan KTN nya, Konferensi Asia yang dilaksanakan di New Delhi,
Roem Royen dan sebagai diplomasi terakhir terdapat Konferensi Meja Bundar.
Terjadinya Agresi Militer Belanda
menimbulkan reaksi yang cukup keras dari Amerika Serikat dan Inggris, bahkan
PBB. Hal ini tidak lepas dari kemampuan pada diplomat Indonesia dalam
memperjuangkan dan menjelaskan realita di PBB. Sebagai reaksi dari Agresi
Militer Belanda, PBB memperluas kewenangan KTN. Komisi Tiga Negara diubah menjadi
UNCI. UNCI kependekan dari United Nations Commission for Indonesia. UNCI
dipimpin oleh Merle Cochran (Amerika Serikat) dibantu Critchley (Australia) dan
Harremans (Belgia). Hasil kerja UNCI di antaranya mengadakan Perjanjian
Roem-Royen antara Indonesia Belanda. Perjanjian Roem-Royen diadakan tanggal 14
April 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Sebagai wakil dari PBB adalah Merle
Cochran (Amerika Serikat), delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh.
Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh van Royen. Dalam perundingan
Roem-Royen, masing-masing pihak mengajukan statement.
Jika melihat hasil dari perundingan Roem
– Royen ini terlihat bagaimana terdapat kesepakatan untuk
menghentikan tembak menembak yang artinya terdapat gencatan senjata sampai berlangsungnya
KMB, hal ini menguntungkan karena dapat meminimalisir
jatuhnya korban lebih banyak dipihak Indonesia. Dan dengan
dibebaskannya tahanan politik serta pengembalian pemerintahan ke daerah
Yogya dari Bukit Tinggi, nantinya akan membuat stabilitas politik
Indonesia bisa menjadi stabil, sampai dengan dilaksanakannya KMB sebagai
perundingan yang menentukan kedaulatan republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.
(1993). Sejarah Nasional Indonesia VI.
Jakarta: Balai Pustaka
Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta
Zailani, Dahlan. (2010). Perjanjian Roem-Royen 7 Mei 1949. [Online]. Tersedia: http://gogoleak.wordpress.com/2010/08/13/perjanjian-roem-royen-7-mei-1949/
[4 Agustus 2012]
Pujianti, Selvi M. (2011). Perundingan Roem-Royen Versi I. [Online]. Tersedia: http://selvimaharanipujianti.blogspot.com/2011/10/perundingan-roem-royen-versi-i.html
[4 Agustus 2012]
thank you so much for your posted.
BalasHapusMakasih mas blognya. Berkat blognya mas,tugas saya sdh siap. Hehehe
BalasHapus