BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi
kehidupan pada era globalisasi ini. Hal ini dikarenakan tanpa pendidikan
seseorang tidak akan mampu bersaing dalam dunia yang semakin hari semakin
kompetitif. Sehingga pendidikan itu perlu dijalani bagi setiap insan manusia
agar dapat bersaing dan berkompetisi agar tidak ketinggalan dengan yang
lainnya.
Sebelum membahas mengenai pendidikan lebih jauh,
kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu definisi dari pendidikan. Secara
universal pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu cara
untuk mengembangkan ketrampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan
dapat membuat seseorang menjadi warga negara yang baik, tujuannya
untuk mengembangkan atau mengubah kognisi, afeksi dan konasi seseorang.
Selain itu menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan itu ialah segala daya upaya
untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam
dan masyarakatnya (http://sro.web.id/pengertian-pendidikan.html). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pendidikan itu ialah suatu cara atau usaha sadar yang
dilakukan oleh manusia menjadi manusia yang seutuhnya.
Di dalam artikel ini akan membahas mengenai
perkembangan pendidikan di Perancis mulai dari akhir abad 19-20 Masehi. Dalam
proses perkembangan pendidikan di Perancis ini menitikberatkan kepada penguasa
karena penguasa yang sangat berperan dalam proses perkembangannya. Pendidikan
di Perancis sudah dimulai sejak abad ke-12 dengan ditandai berdirinya
University of Paris. Universitas tersebut menjadi tempat bernaungnya metode
penyelidikan rasional yang dipergunakan dosen dan para mahasiswa untuk menolak
teologi dan doktrin sosial negara teokrasi.
Perkembangan pendidikan di Perancis semakin dapat
terlihat setelah Eropa mengalami masa Renaissance
atau biasa disebut abad pencerahan dimana pada saat itu negara-negara Eropa
termasuk Perancis sedang mengalami masa yang kelam atau gelap sehingga dengan
adanya renaissance tersebut orang-orang mulai berpikiran rasional dan mulai
meninggalkan dokrin-doktrin gereja.
Dengan mempelajari sejarah pendidikan di Perancis
ini diharapkan dapat mengerti bagaimana fungsi pendidikan dalam keseluruhan
kebudayaan. Selain itu dengan mengetahui sejarah pendidikan suatu tempat dapat
menyadarkan bahwa pendidikan itu harus disesuaikan atau diselaraskan dengan
perubahan-perubahan dalam keadaan pada saat itu, ilmu pengetahuan dan teknik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
di Perancis
Perancis
modern adalah Perancis yang dimulai dari pendirian Republik ketiga. Repbulik
ketiga didirikan oleh elemen-elemen republik populasi setelah pasukan Prusia
dibawah pimpinan Bismarck menghancurkan kekaisaran kedua pada 1870. Sebelumnya
sudah ada dua sistem pemerintahan dalam bentuk republik. Ketiga sistem
pemerintahan republik mendapat dari tentangan dari kaum monarki yang tetap
setia pada teori bahwa kekuasaan adalah takdir dari tuhan. Kaum monarki
menghimpun kekuatan dari pendukung keturunan bangsawan dan kalangan hirarki
Gereja Katolik Roma. Dua kelompok ini telah memperlihatkan tendensi reaksioner
kuat yang sesekali berhasil membatasi suara rakyat; keduanya tampil untuk
mencoba mengembalikan pemerintahan monarki absolut. Maka, tak heran jika
keduanya sama-sama tidak mendukung pendidikan umum yang bebas. Pendidikan pada
masa sebelum republik ketiga lebih menitik beratkan pada pendidikan keagamaan
dimana pemerintah memberikan kewenagan penuh kepada pihak gereja untuk
mengadakan pendidikan. Dalam hal ini, pemerintah dan gereja bersanding dalam
menciptakan suatu pendidikan.
Kekuatan
kaum republik terletak pada kelas menengah. Cita-cita ekonomisnya berupa suatu
sistem kepemilikan tanah dalam jumlah kecil oleh individu penggarapnya,
ditambah dengan sistem luas yang terdiri dari perusahaan pabrik kecil dan
perusahaan komersial yang diperlukan untuk tukar-menukar produk toko dan
pertanian dengan suatu cara yang menguntungkan bagi semua. Pandangan kelas
menengah ini tentang kehidupan sudah bertumpu pada kebebasan individu; meskipun
demikian, aparat pemerintah yang mendapat dukungan adalah sebuah majelis
representatif yang dipilih oleh rakyat dan melaksanakan kedaulatan untuk
rakyat. Kaum republik tidak kalah setianya dengan kaum monarko mengenai gagasan
pemerintah yang terpusat secara kuat. Kedua golongan ini hanya dipisahkan oleh
dasar-dasar filosofis yang mendasari pemerintah dan tentu saja instansi yang
digunakan untuk menjalankan kebijakan sosial.
Dasar-dasar
filosofis republik ketiga terbentuk selama masa pencerahan (Enlighment). Dengan menolak doktrin
kembar kekuasaan karena takdir tuhan dan wahyu pribadi, kaum rasionalis
berpaling pada metode logika induktif sebagai satu-satunya dasar yang valid
untuk membangun masyarakat yang baik dan negara yang sebenarnya. Mereka
mendukung pemerintahan representatif dan kontrol sekuler terhadap gereja.
Dengan bertekad membuat pemerintah tunduk pada proses rasional, mereka tidak
percaya bahwa kemampuan berpikir pada semua manusia adalah sama atau bahwa
semua manusia mampu melakukan proses berpikir dengan benar. Oleh karena itu,
kaum republik cenderung tidak mau menerima kelas pekerja sebagai golongan yang
sederajat. Sebelum pemerintahan republik ketiga, kaum republik telah mendukung
pembatasan hak suara bagi mereka yang membayar pajak. Slogan revolusioner “Liberty, Equality, and Fraternity (Kebebasan, Persamaan dan
Persaudaraan)” tidak ditujukan untuk seluruh rakyat Perancis.
Di
bawah pemerintahan republik ketiga, Lycee
dan fakultas universitas negeri diambil alih untuk membentuk inti sistem
sekolah menengah yang bertujuan untuk menemukan dan menghasilkan calon-calon
pemimpin. Kendati teori warisan status kelas telah ditolak, sistem pendidikan
masih sangat selektif. Sistem tersebut sudah memisahkan anak-anak menjadi dua
kelas sejak hari pertama mereka masuk sekolah. Akhirnya, hak pilih dijadikan
universal bahkan wanita berhak memilih untuk bersekolah setelah Perang dunia II
tetapi biaya pendidikan di sekolah menengah tetap melanggengkan diskriminasi
kelas.
Sistem
pendidikan Perancis mencerminkan selektivitas yang juga terdapat pada
pemerintahan dan kehidupan sosial lainnya. Rakyat Perancis menumpukan wewenang
dalam pemerintahan kepada sebuah majelis nasional representatif yang terdiri
dari dua majelis. Majelis pertama Chamber
of Deputies yang dipilih langsung oleh rakyat, majelis yaitu Senat dipilih
oleh electoral college (badan
pemilih). Dengan bersidang sebagai suatu badan, kedua majelis berwenang memilih
presiden. Tahun demi tahun, pentingnya jabatan presiden berlaku surut, dan
tugas eksekutif diambil oleh seorang perdana menteri yang mengepalai kabinet
menteri-menteri. Seluruh anggota kabinet berikut perdana menteri diangkat dan
ditentukan masa jabatannya oleh kedua majelis dalam majelis nasional. Oleh
karena itu, ada pelaksanaannya rakyat tidak memerintah sendiri karena mereka
telah mendelegasikan kedaulatannya kepada deputi-deputi terpilih dan para elector (anggota electoral college)
orang-orang yanbg secara teori berkualitas lebih baik untuk menjalankan
kekuasaan secara rasional dibandingkan warga biasa.
Proses
selektif juga diberlakukan pada beberapa partai politik. Kandidat-kandidat
penjabat publik kini tidak lagi dicalonkan oleh mereka yang berkedudukan di
distrik pemilihan, tetapi diajukan oleh kepemimpinan partai pusat kepada
pemilih di distrik pemilihan tersebut. Oleh sebab itu, pemilih tidak memilih
wakilnya sendiri tapi hanya menyetujui atau menolak partai yang menyiapkan platform dan daftar pilihan kandidat.
Pemilih tidak diperkenankan memberikan suara untuk kandidat lebih dari satu
partai, sebuah larangan yang memungkinkan para pemimpin partai menggunakan
kontrol luas atas anggota-anggota partainya, juga atas wakilnya di majelis
nasional.
Teori
bahwa pemerintahan harus dijalankan oleh kelompok terpilih yang wewenang
keputusannya telah ditertibkan lewat jalur studi formal yang ketat telah
memberikan pengaruh kuat pada sistem pendidikan pendidikan Perancis.
Orang-orang yang tidak termasuk dalam kelompok pilihan ini dan mereka merupakan
golongan masyarakat mayoritas luas harus puas tidak hanya dengan kedudukan yang
rendah dalam kehidupan tetapi juga dengan biaya pendidikan yang cenderung
ditujukan agar mereka lebih menjadi pengikut daripada menjadi pemimpin.
B.
Struktur
Kekuasaan dan Organisasi Administratif
Seperti
para pendahulunya, Republik ketiga mendukung pemerintahan yang sangat terpusat.
Sejarah politik Perancis memang telah mengajarkan rakyat Perancis untuk
berharap agar hak alamiah dan kebebasan perseorangan dilindungi dengan lebih
baik oleh instansi nasional daripada instansi daerah. Di masa lalu dan juga
sekarang mereka dididik untuk membayar pajak kepada suatu perwakilan pemerintah
di Paris dan membiarkan instansi pemerintah daerah untuk menuruti apapun yang
diberikan pemerintah sebagai imbalan. Sebenarnya sebagian besar pejabat
pemerintah daerah adalah pegawai kementerian dalam negeri tanpa loyalitas atau
tanggung jawab khusus kepada daerah. Karena itu, ketika seorang warga
kebanyakan mulai diganggu dengan suatu salah fungsi (malfunctioning) kecil dalam pemerintah daerah, kemungkinan besar ia
lebih menuntut perubahan pada pemerintah nasional daripada mengajukan pengaduan
kepada walikota atau dewan komunenya.
Administrasi kependidikan
terkoordinasi erat dengan kegiatan kementerian dalam negeri. Sebelum itu, sudah
dikembangkan organisasi pemerintahan sipil yang membagi seluruh Perancis
menjadi tingkat-tingkat pemerintahan yang berjenjang yaitu department, arondissement, kanton dan komune dan masih berlaku
sampai sekarang. Kementerian dalam negeri dikepalai seorang menteri yang
duduk dalam kabinet. Menteri tersebut
memiliki sejumlah staf penting terdiri dari para asisten administratif dan
karyawan yang kebanyakan adalah pegawai negeri berkedudukan tetap. Pada tiap departmen. Kementerian diwakili oleh seorang
prefect (pengawas) yang diangkat atau
bertanggung jawab lebih kepada kementerian daripada warga department. Namun setiap department
memiliki sebuah dewan terpilih dan pengawas bisa berkonsultasi dengannya.
Selanjtunya department dibagi lagi
menjadi arondissement. Setiap arondissement memiliki seorang subprefect (semacam wakil pengawas). Di
tingkat daerah terdapat komune yang dipimpin oleh walikota. Walikota juga
diangkat oleh kementerian dan merupakan wakil pemerintah pusat.
Jadi
walikota hanya melaksanakan kebijakan dan instruksi yang dibuat pada tingkat
nasional daripada tingkat daerah. Hal ini dilakukan agar terjadi kesesuaian
antara kebijakan nasional dengan kehendak daerah dan untuk hal ini walikota
berkonsultasi dengan dewan komune terpilih. Besarnya komune berbeda-beda mulai
dari desa pedalaman yang kecil sampai kota-kota besar. Paris mendapat status
istimewa karena merupakan salah satu komune terbesar. Kanton ialah unit
administratif antara komune dan arondissement
terutama digunakan untuk tujuan militer. Sesekali kanton dipergunakan sebagai
distrik sekolah pusat jika jumlah penduduknya terlampau sedikit sehingga pada
komune-komune utama tidak dapat diselenggarakan di sekolah yang sebenarnya.
Kanton juga digunakan sebagai distrik pemilihan dalam pemilihan-pemilihan
tertentu.
Gambar Garis Otoritas
Pendidikan di Perancis selama Masa Republik Ketiga
Tingkat Administrasi
Bawah
|
(a)
|
Department
(b)
|
|||
Arrondissement
|
|||
Kanton
(c)
|
|
|||||
|
|||||
Garis Otoritas
Langsung
Garis
Otoritas Terbatas
a.
Hanya
untuk universitas dan pendidikan menengah
b.
Terutama
pendidikan dasar
c.
Untuk
sekolah dasar terpadu
d.
Lycee e. College f.
Ecoles Primaries Elementaries
Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa garis
otoritas untuk urusan sipil pada masa Republik ketiga bergulir dari rakyat
melalui parlemen menuju kementerian, kemudian rantai kekuasaan administratif
tersebut menurun dan berakhir pada walikota komune. Dari garis tersebut dapat
disimpulkan bahwa individu hanya memiliki sedikit kontrol langsung atas pejabat
pemerintah daerah. Elektorat dapat mengekspresikan pendapat hanya pada saat pemilihan
nasional, itupun hanya dengan memilih kandidat yang disukai dari daftar pilihan
yang diajukan para pemimpin sejumlah partai politik. Tahun-tahun belakangan
ini, komisi penasihat pemilihan di tingkat komune dan department telah membuka lebih banyak saluran komunikasi, tetapi
walikota dan prefect bukanlah wakil
dari dewan tersebut dan juga tidak bertanggung jawab kepadanya.
Garis otoritas adminstrasi di bidang pendidikan
dijalankan sejajar dengan garis otoritas administrasi kementerian dalam negeri.
Dalam kasus pendidikan dasar, otoritas administrasi pendidikan tergantung pada
fasilitas fisik dan pelaksanaan undang-undang sekolah pendidikan yang diberikan
kementerian. Kerapkali menteri pendidikan umum bukanlah seorang pendidika
profesional. Selama pemerintahan tempatnya bernaung masih dipercaya oleh
parlemen, ia tetap menjabat sebagai menteri. Masa jabatan seperti ini baru
dipersingkat pada masa terbentuknya pemerintahan de Gaulle. Satu-satunya yang
bisa mencegah sistem pendidikan dari kehancuran adalah adanya suatu staf
permanen di bawah pengangkatan pamong praja.
Kementerian pendidikan umum dibagi menjadi beberapa
bidang administratif terpisah yaitu masing-masih dikepalai oleh seorang
direktur. Bidang-bidang pendidikan tersebut meliputi pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan jasmani, pendidikan
kejuruan, seni rupa dan pencatatan. Baru-baru ini fungsi departemen pencatatan
diperluas hingga mencakup bermacam-macam tugas di bawah label adminstrasi umum.
Setiap direktorat bertanggung jawab untuk mengimplementasikan segenap aspek
kebijakan pendidikan dalam bidangnya masing-masing. Tanggung jawab tersebut
meliputi menyiapkan dan memanajemen anggaran belanja, mendidik, memberikan
ijazah, dan mengangkat guru, menyiapkan lokasi dan menginspeksi gedung sekolah,
menyiapkan program studi, menginspeksi pekerjaan setiap guru secara teratur dan
seksama, dan menyelenggarakan ujian dan menaikkan kelas setiap murid setidaknya
pada titik peralihan utama dari satu tingkat ke tingkat berikutnya.
Kebijakan dirumuskan di tingkat nasional.
Keseragaman kebijakan politik dan kualitas kinerja dijamin oleh dewan inspektur
yang bertanggung jawab langsung kepada kementerian dan sebuah sistem ujian
eksternal yang dilaksanakan secara nasional. Sebuah dewan tinggi pendidikan
umum bekerja pada kementerian pendidikan umum. Anggotanya terdiri dari para
pemimpin terkemuka dan politisi muda ambisius yang dipilih oleh menteri atau
kelompok profesional. Universitas diwakili oleh 27 orang anggota, sekolah
menengah 10 anggota dan sekolah dasar 6 anggota. Semua bidang kebijakan yang
mempengaruhi kurikulum, metode pendidikan, ujian, buku teks, pengawasan sekolah
swasta dan hal-hal lain yang secara langsung berhubungan dengan pendidikan
harus dikonsultasikan kepada dewan ini. Dewan juga bertindak sebagai pengadilan
banding untuk kepentingan guru, kelompok swasta dan siapapun yang merasa
dirugikan oleh tindakan kementerian atau pejabat daerah. Dewan tinggi
pendidikan umum memang khusus dibuat untuk memposisikan semua pendidikan di
bawah pengawasan kepemimpinan kelompok intelektual.
Bayang-bayang Imperial
University Napoleon masih tampak pada sekolah menengah dan fakultas
lanjutan. Meskipun direktorat untuk mengurus pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi terpisah di tingkat kementerian, progra studi dan cara pengelolaannya
tetap berkoordinasi dengan erat. Akademi tetap menjadi unit administratif
langsung di bawah kementerian untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi,
tetapi jumlahnya menyusut menjadi 17. Pejabat administratif utama pendidikan
pada setiap akademi tetap rektor. Rektor bertanggung jawab atas penyelenggaraan
lycee negeri dan dewan inspektur
mengawasi pendidikan di college
kotapraja dan semua sekolah menengah swasta.
Sebagian
besar pendidikan tinggi diserahkan pada fakultas-fakultas tersendiri dan
seringkali terpencar-pencar secara geografis. Namun fakultas-fakultas pada
suatu akademi tertentu diarahkan untuk saling berkoordinasi lewat sebuah dewan
antar fakultas yang bekerja sama dengan rektor. Direktorat pendidikan negeri
dalam kementerian diinstruksikan untuk mengembangkan rangkain fakultas yaitu
struktur universitas yang utuh yang di setiap akademi dengan maksud untuk
menyediakan sebuah sistem yang terdiri dari 17 universitas negeri untuk
melayani seluruh bangsa. Biasanya pada akademi-akademi tersebut sudah ada satu
fakultas atau lebih tetapi masing-masing dikelola sendiri-sendiri. Instruksi
tersebut menghasilkan terbentuknya dewan-dewan universitas pada enam belas
akademi dan dimulailah suatu gerakan untuk membangun universitas yang utuh pada
setiap akademi. Namun upaya tersebut belum sepenuhnya berhasil karena masih
terdapat berbagai kendala.
C.
Institusi
Pendidikan
Setiap
direktorat di bawah kementerian pendidikan umum mengelola program pendidikannya
sendiri secara terpisah terkecuali program pendidikan jasmani karena setiap
program memiliki gedung sendiri yang tersebar di seluruh negeri dan memiliki
pegawai yang berasal dari kader gurunya sendiri. Pola institusi ini dan jenis
sekolah masing-masing berubah-ubah tiap tahun demi tahun.
Pendidikan
dasar memperoleh perhatian yang lebih khusus pada masa republik ketiga ini
terutama untuk menyusun sistem pendidikan untuk mendidik rakyat agar menjadi
pendukung yang setia kepada pemerintahan dan memiliki keterampilan. Dasar hukum
untuk pendidikan dasar ditetapkan dalam undang-undang pendidikan dasar (Primary Education Laws) tahun 1881 dan
tahun 1886. Ketentuan dalam undang-undang tersebut antar lain menetapkan bahwa
sekolah dasar negeri harus merupakan institusi sekuler dan wajib disediakan
dalam jumlah tertentu sehingga setiap anak dapat mengakses salah satu sekolah
dengan mudah. Meskipun pendidikan dijadikan tanggung jawab nasional dan semua
anak diwajibkan hadir di sekolah, orang tua boleh memilih untuk menyediakan
pengajaran anak-anak mereka secara privat atau di sekolah lain selain sekolah
negeri yang diakui.
Sistem
pendidikan dasar memiliki beberapa jenjang pengajaran yaitu dimulai dari taman
kanak-kanak yang diprakarsai Froebel di Jerman tetapi komune yang lebih besar
menghadirkan ecolles maternelles
untuk anak-anak berusia antara dua sampai enam tahun. Sekolah-sekolah ini lebih
tepat dikatakan sebagai sekolah sukarela karena boleh diikuti dan boleh tidak
tetapi orang tua memanfaatkan kehadiran sekolah-sekolah tersebut secara penuh
bila memang ada. Di komune berpenduduk kurang dari 2.000 jiwa terkadang
disediakan classe enfantine dengan
lama pendidikan satu tahun.
Pada
usia 6 tahun, anak-anak dimasukkan pada sekolah dasar yang sesuai. Mereka
bersekolah sampai masa wajib belajar berakhir atau pindah ke program pilihan. Sebelum
masa perang dunia II, masa wajib belajar dimulai dari usia 6 tahun sampai 14
tahun. Seiring dengan tersedianya guru dan fasilitas maka wajib belajar pun
diperluas secara bertahap. Dengan bertambahnya usia lulus sekolah, maka akan
semakin banyak pula program pilihan yang ditawarkan setelah tahun ajaran keenam
dan tahun ajaran ketujuh. Beberapa jenis sekolah dasar lanjutan didirikan
dengan menawarkan program 3 tahun yang mempersiapkan penerimaan ke sekolah guru
atau bekerja di bagian administrasi. Ketika kementerian pendidikan umum mulai
tertarik dengan pendidikan kejuruan, murid-murid diberikan kesempatan memasuki
sekolah keterampilan atau sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan ini hanya
menawarkan program pendidikan satu tahun setelah mengikuti tahun ketujuh pada
sekolah dasar sedangkan ada beberapa yang menawarkan program dua tahun, tiga
tahun bahkan empat tahun. Untuk siswa yang berbakat lebih, sekolah khusus ini
menawarkan pendidikan seni dan keterampilan dan tentunya hanya beberapa saja
yang menawarkan pendidikan sampai jenjang tinggi.
Pendidikan
kejuruan dalam bentuk-bentuk terbatas sudah ada sejak masa awal republik
ketiga. Namun departemen pendidikan kejuruan belum dibentuk dalam kementerian
sampai tahun 1929. Sebelum masa itu, kementerian telah mendirikan berbagai
macam sekolah spesialis di bidang pertanian, kehutanan dan ilmu militer.
Beberapa diantaranya masih berjalan tetapi ada tendensi yang semakin meningkat
yang mengharapkan sekolah-sekolah di bawa direktorat pendidikan kejuruan
menyediakan tenaga ahli di bidang perindustrian dan beraneka jenis pekerjaan
perdagangan. Oleh sebab itu, sekolah
seni dan keterampilan, perdagangan, industri dan pekerjaan spesialis lainnya
kini biasanya dianggap sebagai pendidikan kejuruan dan bisa dimasuki setelah
tahun ketujuh pendidikan dasar.
Kemudian
juga terdapat sekola menengah yang tersedia secara tradisional di sekolah
negeri yang disebut lycee dan sekolah
kotapraja yang disebut college. Dalam
pelaksanaannya lycee lebih selektif
sehingga memiliki reputasi sebagai yang lebih sempurna dan kualitas lulusannya
terjamin. Sedangkan college cenderung
mengakomodasi cita rasa pendidikan modern dan lebih cepat beradaptasi dengan
permintaan umum warga kotapraja yang mendukungnya. Meskipun demikian kedua
jenis sekolah ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa untuk ujian baccalaureat sehingga mempersiapkan pula
penerimaan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu universitas.
Dalam
perkembangannya, sekolah menengah bisa dimasuki melalui sekolah dasar terlebih
dahulu. Namun terdapat jalur lain untuk masuk ke sekolah menengah dan cara ini
lebih disukai oleh rakyat yaitu lewat classes
preparatoire. Classes preparatoire
adalah sekolah swasta yang memiliki perjanjian kerja dengan satu lycee atau lebih untuk menyakinkan para
orang tua yang menjadi penyantunnya bahwa putra-putri mereka akan diterima di
sekolah menengah.
Selanjutnya
jenjang yang lebih tinggi yaitu pendidikan tinggi atau universitas. Pendidikan
tinggi diselenggarakan dalam beberapa bentuk. Hampir semua akademi memiliki
fakultas universitas jenis konvensional tetapi tidak semuanya mempunyai
perangkat fakultas yang lengkap. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi, sumbangsih universitas dalam bidang-bidang ini diperluas dengan
meningkatkan daya tampung kelas pada fakultas-fakultas yang sudah ada ataupun
menambah fakultas baru. Institusi baru yang dinamakan les Grandes ecole atau Great
School (Sekolah Tinggi) ini juga gencar dipromosikan. Nama tersebut tentu
saja lebih mengarah pada tingkat pendidikan daripada besarnya jumlah siswa. Great School berupa sekolah teknik dan
sekolah semi-profesional dan lulusannya ini banyak diminta untuk menempati
posisi-posisi menarik di bidang industri dan pemerintahan. Baik Great School mapun universitas bisa
dimasuki lewat ujian baccalaureat
tetapi penerimaan ke Great School
juga terbuka bagi mereka yang berhasil menempuh ujian kompetitif khusus.
Pada
masa republik ketiga ini, status dan reputasi sekolah guru juga ditingkatkan. Ecole normale superieure atau sekolah
tinggi keguruan yang didirikan Napoleon I untuk mendidik guru sekolah menengah
dijadikan bagian dari kelompok University of Paris. Meskipun demikian, sekolah
guru yang mempersiapkan guru sekolah dasar dianggap sebagai pendidik menengah.
Namun sekarang dikembangkan sekolah tinggi keguruan yang mempersiapkan staf
pengajar untuk sekolah guru, inspektur sekolah dan posisi lain dalam
administrasi pendidikan yang memerlukan pelatihan di luar pelatihan sebagai
seorang guru di dalam kelas. Oleh karena itu kedudukan sekolah tinggi keguruan
setara dengan dengan Great School dan
dari hubungan dengan pendidikan tinggi inilah mulai terlihat kemungkinan adanya
transisi atau peralihan dari sistem pendidikan dasar ke sistem pendidikan
menengah dan sistem pendidikan perguruan tinggi.
Kemudian
juga disediakan sekolah khusus seni, musik dan drama yang direkomendasikan oleh
direktorat seni rupa. Orang-orang yang berbakat luar biasa dapat memasuki
sekolah-sekolah ini dari sistem pendidikan cabang manapun tetapi tidak ada
titik tertentu tempat terjadinya proses perpindahan yaitu baik proses
penerimaan maupun lamanya masa studi karena itu semua tergantung pada bakat
siswa dan kemajuan yang dicapainya.
D.
Perkembangan
dan Hambatan dalam Pendidikan di Perancis
Dalam
sistem pemerintahan republik ketiga terdapat struktur rangkap atau struktur dua
kelas dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan. Anak-anak mulai bersekolah
di sekolah dasar atau sekolah persiapan kemudian berlanjut sesuai jalur yang
dipilihkan bagi mereka sampai peluang yang tersedia habis. Karena
peluang-peluang dalam kedua sistem ini berbeda jauh maka status anak di masa
depan dilihat dari kedudukan sosial, situasi ekonomi, peluang kerja dan posisi
yang kelak dapat ditempatinya dalam pemerintahan sebagian besar sudah
ditentukan sejak anak masi berusia masih 6 tahun.
Teori
politik Perancis menyatakan bahwa semua hal yang mempengaruhi kesejahteraan
umum harus diselesaikan dengan logika induktif formal yaitu suatu proses
pemikiran yang hanya bisa disempurnakan melalui pendidikan ketat. Ketika sikap
filosofis ini diakui, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi berubah bentuk
menjadi intuisi yang menyediakan disiplin intelektual tersebut dan kaum
republik tahun 1870 ingin menyerahkan kontrol-kontrol sosial sebanyak mungkin
ke tangan lulusan institusi-institusi ini. Oleh karena itu republik ketiga ini memandang
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi sebagai program pelatihan untuk elite
intelektual. Pemikiran ini menganggap calon-calon pemimpin perlu sedini mungkin
dipisahkan dari orang kebanyakan karena siswa-siswa selalu diseleksi dengan
sangat ketat, karakter dan program lycee,
college, dan universitas tidak
berubah secara signifikan dan kondisinya semasa masih di bawah pemerintahan
monarki yang diperkirakan kebutuhan negara akan pemimpin yang berkualitas akan
terpenuhi selama institusi-institusi ini masih memiliki siswa.
Keadaan
demikian terus berlangsung selama perang dunia I. Namun dikalangan prajurit
sedang merebak suatu sikap yang lebih demokratis yaitu para prajurit yang
datang dari segala lapisan masyarakat dari seluruh daerah Perancis yang dipaksa
hidup dengan kedudukan sederajat satu sama lain dan berjuang bahu-membahu ini,
berpendapat bahwa hambatan yang cenderung memisahkan mereka dalam kehidupan
sipil kebanyakan merupakan hambatan artifisial. Sistem pendidikan rangkap tersebut
menjadi indikasi sebagai penyebab utama perpechan sosial.
Pada
akhir program sekolah dasar, siswa diklasifikasikan menurut kemampuannya bukan
berdasarkan status orang tua. Semua siswa yang memenuhi syarat akan
berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah. Namun dengan
adanya sistem seperti mendapat kecaman dari masyarakat karena masyarakat
menilai itu sama saja dengan melakukan diskriminasi sosial. Namun pemerintah
Perancis mengambil kebijakan yang memberikan beasiswa kepada siswa yang
berprestasi tetapi tidak mampu dibandingkan harus meniadakan biaya sekolah.
Sulitnya
masyarakat untuk memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke pendidikan yang
lebih tinggi mengakibatkan masyarakt memberikan kecaman terhadap diskriminasi
atas ujian baccalaureat dan ujian
lainnya yang menunjukkan semakin banyak rakyat yang menuntut kesempatan untuk
belajar di jenjang universitas. Universitas benar-benar dalam keadaan tertekan
dimana universitas dimina untuk memperluas jumlah mahasiswa dan kontribusinya terhadap
masyarakt. Direktorat pendidikan tinggi yang bekerja melalui rektor secara
bertahap telah mencapai koordinasi yang lebih baik dengan fasilitas pendidikan
tinggi di tiap akademi. Standar masuk yang seragam mulai diberlakukan dan
kementerian pendidikan umum megambil alih hak eksklusif untuk memberikan ijazah
dan gelar. Sebagai imbalannya, universitas menerima lebih banyak sumbangan dan
semua profesor dijadikan pegawai negeri. Mereka kini diangkat oleh kementerian
dan dipromosikan atau diberhentikan oleh kementerian dan digaji melalui kas
negara.
Dalam
pendidikan di Perancis juga disinggung sedikit mengenai pendidikan wanita.
Wanita-wanita di Perancis mendapat hak untuk mengenyam pendidikan setelah
perang dunia II. Sebelumnya peran mereka dalam kehidupan publik tidak begitu
diperhatikan dan peluang untuk merasakan pendidikan terbatas. Kemudian
didirikanlah college dan lycee dalam jumlah terbatas sehingga
memungkinkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau
universitas. Meskipun wanita dapat merasakan pendidikan tinggi tetapi mereka
tidak diproyeksikan untuk menempati posisi penting dalam pemerintahan. Biasanya
hanya ditempatkan sebagai tenaga pengajar di pendidikan dasar, bahkan dalam
pelaksanaannya tetap saja lelaki mendapat perlakuan yang istimewa dari
pemerintahan sehingga ini bisa dikatakan sebagai diskriminasi antara perempuan
dengan lelaki.
Dalam
menghadapi permasalahan mengenai kesempatan mendapatkan pendidikan, maka
pemerintah melakukan perubahan-perubahan untuk memperluas kesempatan anak-anak
dari semua kelas untuk meneruskan pendidikan selepas program dasar utama.
Perpanjangan wajib hadir di sekolah sampai usia 16 tahun berarti diperlukan
sekolah dan program-program baru. Penekanan tradisional pada
pelajaran-pelajaran klasik semakin diperluas dengan memasukkan mata pelajaran
yang berguna untuk anak laki-laki dan perempuan yang berencana mencari pekerjaan
di lapangan industri atau perniagaan. Semua program pada jenjang pasca
pendidikan dasar mulai dianggap sebagai pendidikan menengah dan ilmu ekonomi
sederhana menghendaki beberapa program ditempatkan dalam wadah yang sama, wadah
yang tadinya hanya berisi program klasik atau program modern. Dalam masa
transformasi ini, nama sekolah dasar lanjutan diubah menjadi college. Perubahan nama tersebut menjadi
suatu indikasi besarnya perkembangan yang dialami pendidikan menengah.
Hal
yag paling revolusioner dari segalanya adalah pengumuman bahwa ujian umum yang
sebelumnya diselenggarakan untuk anak-anak pada tahun terakhir mereka
bersekolah di sekolah dasar ditiadakan dengan alasan eksperimen. Sebagai
gantinya, akan ada suatu sistem bimbingan di bawah pengawasan komisi khusus
yang anggotanya diangkat dari para inspektur sekolah dasar dan sekolah menengah
pada distrik yang dilayani komisi tersebut. Anak-anak usia 11 dan 12 tahun yang
telah mengikut program sekolah dasar umum dan orang tuanya menghendaki mereka masuk
ke bentuk keenam atau kelas terendah dari pendidikan menengah dimasukkan ke
kelas observasi. Di kelas ini mereka akan diobservasi selama berbagai periode
waktu. Periode observasi biasanya berlangsung selama dua tahun dan semua siswa
akan mengikuti program studi umum. Selain itu prestasi siswa akan dipantau dan
dievaluasi bakatnya untuk menentukan program khusus yang paling tepat untuk
masing-masing siswa.
Kemudian ketika Perancis memilik daerah koloni
di Afrika, Perancis mengambil kebijakan doktrin asimilasi yang merupakan
integrasi diantara negara-negara jajahan yang ada di seberang laut dengan
Perancis. Kemudian adanya ide “penggabungan” dimana ide ini dikembangkan
sebagai dasar kebijaksanaan pendidikan. Dalam koloni Perancis ini ada suatu
sistem sekolah dimana dalam proses pengajarannya menggunakan bahasa Perancis
mulai dari pengajaran dalam kelas hingga kurikulum yang berlaku menggunakan
bahasa Perancis. Sekalipun demikian, pendidikan Perancis di Afrika memiliki
perbedaan dengan pendidikan di Perancis itu sendiri. Pertama Perancis juga sama
seperti Inggris yaitu mengikuti pola kebijaksanaan kolonial yang menguntungkan
diri sendiri dalam artian bahwa jumlah sekolah yang tersedia dirubah secara
besar-besaran dari daerah ke daerah. Kedua, khusus bagi kelompok elite,
pendidikan melatih siswa untuk menduduki suatu jabatan yang di dalamnya ada
keperluan khusus. Ketiga, ijazah yang diberikan walaupun sama dengan ijazah
orang-orang Perancis namun tetap memiliki ciri tertentu sebagai milik penduduk
jajahan oleh karenanya baik nilai ekonomi maupun nilai sosialnya tidak sama.
Sejak Perancis
memulai ekspani pendidikan secara cepat di seluruh jenjang pendidikan dalam
daerah Afrika sebagai koloninya, pendidikan kejuruan dan pendidikan pertanian
merupakan hal yang paling gencar dilaksanakan atau diikuti. Dalam hal ini
pemerintah Perancis memberikan sokongan berupa uan bantuan langsung yaitu
dengan memperbesar beasiswa bagi siswa-siswa bangsa Afrika untuk belajar di
Perancis.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pemaparan tentang pendidikan di Perancis dapat disimpulkan bahwa, dalam
perkembangan pendidikannya tidak lepas dari kekuasaan sang penguasa. Dalam hal
ini penguasa yang seluruhnya mengatur jalan kebijakan pendidikan sehingga
pemerintah daerah hanya mengikuti kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
pusat. Pendidikan yang ada di Perancis dimulai dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah hingga ke jenjang pendidikan tinggi. Pendidikan di Perancis
ditujukan untuk mengisi pos-pos pekerjaan yang kosong dalam pemerintahan
Banyak
perubahan-perubahan yang terjadi dalam keberlangsungan pendidikan di Perancis.
Salah satunya adalah didirikannya sekolah kejuruan dimana sekolah kejuruan ini
didirikan untuk menampung siswa-siswa yang memiliki bakat atau spesialisasi
pendidikan. Kemudian terdapat beberapa hambatan dalam berlangsugnya proses
pendidikan di Perancis yaitu kurangnya kesempatan untuk mengenyam pendidikan
tinggi sehingga timbul kecaman dan protes dari rakyat. Sehingga pemerintah
mengambil kebijakan untuk memberikan kesempatan bagi semua rakyat untuk
mengenyam pendidikan sampai pendidikan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Thut,
I.N dan Don Adams. (2005). Pola-Pola
Pendidikan Dalam Masyarakat Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Djumhur
dan Danasuparta. 1976. Sejarah Pendidikan.
Bandung: CV Ilmu Bandung
Kadir,
Sardjan dan Umar Ma’sum. (1982). Pendidikan
Di Negara Sedang Berkembang. Surabaya: Usaha Nasional
Meyer,
Adolphe E. (1965). An Educational History
of The Western World. United States: McGraw-Hill Book Company
----------.
(2013). Pengertian Pendidikan.
[Online]. Tersedia: http://sro.web.id/pengertian-pendidikan.html
[28
Februari 2013]