Sabtu, 09 Februari 2013

Kehidupan Sosial, Kebudayaan dan Teknoogi Masa Prasejarah di Indonesia


Kehidupan Sosial, Kebudayaan dan Teknoogi  Masa Prasejarah di Indonesia

1.     Masa Berburu dan Meramu (Food Gathering)/Mengumpulkan Makanan
a)     Kehidupan Sosial
1. Pada masyarakat food gathering, mereka sangat menggantungkan diri pada alam. Dimana daerah yang mereka tempati harus dapat memberikan persediaan yang cukup untuk kelangsungan hidup. Oleh karena itu mereka selalu berpindah-pindah.
Sebab mereka hidup berpindah-pindah adalah sebagai berikut:
a.      Binatang buruan dan umbi-umbian semakin berkurang di tempat yang mereka diami.
b.      Musim kemarau menyebabkan binatang buruan berpindah tempat untuk mencari sumber air yang lebih baik.
c.       Mereka berusaha menemukan tempat dimana kebutuhan mereka tersedia lebih banyak dan mudah diperoleh.
2. Mereka masih hidup mengembara. Tempat tinggal sementara di gua-gua. Ada pula kelompok yang tinggal di daerah pantai
3. Mencari makanan berupa binatang buruan dan tumbuh-tumbuhan liar di tepi sungai atau danau. Mereka mencari kerang sebagai makanannya.
4. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan pergerakan dalam mengikuti binatang buruan atau mengumpulkan makanan.
5. Dalam kelompok-kelompok tersebut terdapat pembagian tugas kerja, laki-laki pada umumnya melakukan perburuan. Sementara itu, para wanita mengumpulkan bahan makanan seperti buah-buahan dan merawat anak. Mereka yang memilih dan meramu makanan yang akan di makan.
6. Hubungan antar anggota sangat erat, mereka bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidup serta mempertahankan kelompok dari serangan kelompok lain ataupun dari binatang buas.
7. Populasi pertumbuhan penduduk sangat kecil karena situasi yang berat, dengan peralatan yang masih sangat primitif membuat mereka tidak dapat selamat dari berbagai bahaya.
b)      Kehidupan Budaya
1. Dengan peralatan yang masih sangat sederhana, mula-mula bisa membuat rakit, lama kelamaan mereka membuat perahu.
2. Mereka belum mampu membuat gerabah, oleh karena itu, mereka belum mengenal cara memasak makanan, salah satunya yaitu dengan cara membakar.
3. Mereka sudah mengenal perhiasan yang sanagat primitif yaitu dengan cara merangkai kulit-kulit kerang sebagai kalung.
4. Untuk mencukupi kebutuhan hiudup mereka membuat alat-alat dari batu, tulang, dan kayu.
5. Pada masa itu mereka memilih untuk tinggal di gua-gua, dari tempat tersebut ditemukan peninggalan berupa alat-alat kehidupan yang digunakan pada masa itu, seperti:
-   Kapak perimbas, Kapak Penetak, Kapak genggam, Pahat genggam, Alat serpih, Alat-alat dari tulang, dll.
c)   Teknologi
Teknologi masa  food gatherin masih sangat rendah. Hampir semua alat-alat yang digunakan masih sangat sederhana sekedar untuk membantu pekerjaan mereka.
2.     Masa Bercocok Tanam (Food Producing) dan Beternak
a)     Kehidupan Sosial
1.   Kehidupan bercocok tanamnya dikenal dengan berhuma, yaitu teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan menanaminya. Setelah tanah tidak subur maka mereka akan berpindah ke tempat lain yang masih subur dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang. Pada perkembangannya mulai menetapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan
2.  Telah tinggal menetap di suatu tempat, mereka tinggal di sekitar huma tersebut, dengan cara bercocok tanam dan memelihara hewan-hewan jenis tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah hidup menetap Hal ini juga menunjukkan bahwa manusia telah dapat menguasai alam lingkungan.
3.  Dengan hidup menetap, merupakan titik awal dan perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai kemajuan. Dengan hidup menetap, akal pikiran manusia mulai berkembang dan mengerti akan perubahan-perubahan hidup yang terjadi.
4.  Jumlah anggota kelompoknya semakin besar sehingga membuat kelompok-kelompok perkampungan, meskipun mereka masih sering berpindah-pindah tempat tinggal.
5.   Populasi penduduk meningkat, usia rata-rata manusia masa ini 35 tahun.
6.  Muncul kegiatan kehidupan perkampungan, oleh karena itu di buat peraturan, untuk menjaga ketertiban kehidupan masyarakat.
7.  Diangkat seorang pemimpin yang berwibawa, kuat, dan disegani untuk mengatur para anggotanya.
8. Mereka hidup bergotong royong, sehingga mereka saling melengkapi, saling membantu, dan saling berinteraksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
b)      Kehidupan Budaya
1.  Kebudayaan semakin berkembang pesat, manusia telah dapat mengembangkan dirinya untuk menciptakan kebudayaan yang lebih baik
2.  Peninggalan kebudayaan manusia pada masa bercocok tanam semakin banyak dan beragam, baik yang terbuat dari tanah liat, batu maupun tulang
3.  Hasil kebudayaan pada masa bercocok tanam:
Beliung Persegi, Kapak Lonjong, Mata panah, Gerabah, Perhiasan, Bangunan Megalitikum seperti menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden berundak, waruga, arca.
c)   Teknologi
Pada masa bercocok tanam, kebudayaan orang-orang purba mengalami perkembangan yang luar biasa. Pada masa ini terjadi revolusi secara besar-besaran dalam peradaban manusia yaitu dari kehidupan food gathering menjadi food producing. Sehingga terjadi perubahan yang sangat mendalam dan meluas dalam seluruh penghidupan umat manusia.
3.     MASA PERTANIAN
Ketika ditemukan tanaman padi maka sistem pertanian menjadi semakin meningkat dan berkembang menjadi sistem persawahan. Mereka juga mulai memelihara binatang ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
a)     Kehidupan Sosial
1. Bertani adalah mata pencahariannya. Mulai membudidayaakan tanaman dan hewan peliharaan tertentu seperti membudidayakan tanaman padi dan memelihara kerbau sebagai hewan ternak;
2. Mereka sudah berladang/ bersawah, dalam bekerja mereka melakukan secara bersama-bersama/ secara gotong royong. Dengan alat pendukung kapak perunggu yang berfungsi sebagai pacul;
3. Untuk mengisi waktu menunggu musim panen tiba mereka membuat anyaman dari bambu/ rotan;
4. Mendiami tempat-tempat kecil dengan tujuan untuk menghindari serangan binatang buas;
5. Mulai mendirikan rumah sebagai tempat berteduh dengan cara bergotong-royong yang disertai dengan upacara tradisional. Mulai menetap dalam waktu yang cukup lama. Mereka sudah mengenal pertukangan dengan alat pendukung berupa kapak beliung yang berfungsi sebagai alat pemotong kayu. Dengan alat-alat tersebut digunakan untuk mendirikan rumah dengan cara gotong-royong pula;
6.  Muncul ikatan sosial antara masyarakat dan keluarga;
7.  Muncul struktur kepemimpinan di kampung;
8.   Mulai digunakan bahasa sebagai alat komunikasi;
9. Mereka telah memiliki aturan dalam kehidupan masyarakat guna ketertiban dan rapinya kerjasama dengan cara pembagian kerja;
10. Mereka memiliki kebiasaan untuk menyelenggarakan upacara secara teratur yang melibatkan orang lain.
b)  Kehidupan Budaya dan Teknologi
1. Mereka sudah menetap, dan tinggal di rumah-rumah, membentuk perkampungan dan hidup sebagai petani;
2. Mereka telah mengenal musim sehingga dapat dipastikan mereka telah menguasai ilmu perbintangan (ilmu falak);
3. Mereka telah menggunakan alat-alat kehidupan yang halus seperti kapak persegi, dan kapak lonjong, selain itu juga menggunakan kapak perunggu, nekara, gerabah serta benda-benda megalitik;
4. Alat-alat yang dibuat dari batu, seperti kapak batu halus dengan beragai ukuran kapak batu dengan ukuran kecil yang indah digunakan sebagai mas kawin, alat penukar, atau alat upacara;
5. Kapak-kapak dari logam berupa perunggu memunculkan budaya megalitik berupa menhir, dolmen, punden berundak, pandhusa, dll;
6. Alat-alat yang dibuat dari tanah liat sangat berhubungan erat dengan adanya proses kimia, yaitu proses pencampuran tanah liat, penjemuran, dan teknik-teknik pembakarannya. Gerabah sudah dibuat dengan warna-warni dan dengan hiasan yang beraneka ragam. Seperti hiasan dari anyaman kain yang menunjukkan bahwa nenek moyang kita sudah mengenal tulisan.
4.  MASA PERUNDAGIAN
a)     Kehidupan Sosial
1. Jumlah penduduk semakin bertambah. Kepadatan penduduk bertambah, pertanian dan peternakan semakin maju, mereka memiliki pengalaman dalam bertani dan berternak mereka mengenal cara bercocok tanam yang sederhana;
2. Mereka memiliki pengetahuan tentang gejala alam dan musim, mereka mulai dapat memperkirakan peristiwa alam dan memperhitungkan musim tanam dan musim panen;
3. Dengan diterapkan sistem persawahan maka pembagian waktu dan kerja semakin diketatkan;
4. Dalam masyarakat muncul golongan undagi, mereka merupakan golongan yang terampil untuk melakukan perkerjaan seperti pembuatan rumah kayu, gerobak, maupun benda logam. Pertanian tetap menjadi usaha utama masyarakat;
5. Dari segi sosial, kehidupan masyarakat zaman ini semakin teratur. Contohnya : ada pembagian kerja yang baik berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu;
6. Pembagian kerja semakin komplek dimana perempuan tidak hanya bekerja di rumah tetapi juga berdagang di pasar.
b)   Kehidupan Budaya
1. Masyarakat zaman ini telah menunjukkan tingkat budaya yang tinggi terlihat dari berbagai bentuk benda seni dan upacara yang ditemukan menunjukkan keterampilan masyarakat perundagian yang tinggi;
2. Zaman ini ditandai dengan pesatnya kemampuan membuat alat-alat akibat perkembangan teknologi. Mereka menemukan teknologi peleburan biji logam. Oleh karena itu, semakin banyak manusia yang menggunakan logam untuk memenuhi perkakas hidupnya;
3. Pada zaman perunggu, orang dapat memperoleh jenis logam yang lebih keras daripada tembaga, sebab perunggu merupakan logam campuran dari tembaga dan timah. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan manusia pada zaman ini jauh lebih tinggi. Terbukti masyarakatnya sudah mengenal teknologi peleburan dan pencampuran logam.;
4. Pada zaman besi, manusia telah menemukan logam yang jauh lebih keras lagi dimana harus dileburkan pada titik lebur yang cukup tinggi. Sehingga alat-alat pada zaman ini telah lebih sempurna daripada sebelumnya. Kemampuan membuat benda-benada jauh lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan masa sebelumnya. Teknologi peleburan logam yang digunakan adalah dengan sistem pemanasan, pencetakan logam, pencampuran logam dan penempaan logam;
5. Pada zaman Perundagian peralatan gerabah masih ditemukan dengan teknologi yang semakin maju. Hal ini menunjukkan bahwa peranan alat-alat dari gerabah tersebut tidak dapat digantikan dengan mudah oleh alat-alat dari dari logam.
c) Teknologi
1.  Teknologi dapat dilihat dari pembuatan alat-alat pada masa itu. Terlebih lagi teknologi tersebut terlihat pada masa penggunaan alat-alat dari logam. Hal ini disebabkan karena teknik yang digunakan untuk membuat alat-alat dari logam tersebut diadopsi dari teknik membuat logam di daratan Cina;
2.  Logam digunakan sebab penggunaan alat bercocok tanam dari logam lebih efisien selain itu memiliki nilai artistik yang lebih tinggi jika dibandingkan alat-alat dari batu;
3.  Zaman logam disebut juga zaman perundagian dimana masyarakat telah mampu membuat peralatan dengan teknologi sederhana dengan bahan baku logam;
4.  Teknik yang digunakan pada masa itu adalah teknik a cire perdue. Caranya sebagai berikut :
1.      Benda yang hendak dibuat, terlebih dulu dibuat dari lilin lengkap dengan segala bagiannya;
2.      Model lilin tersebut kemudian ditutup dengan tanah;
3.      Dengan cara dipanaskan maka tanah tersebut akan menjadi keras, sedangkan lilinnya akan cair dan mengalir keluar dari lubang yang ada dalam selubung;
4.      Jika lilin telah habis maka logam cair dapat dituang ke tempat lilin tadi;
5.      Setelah dingin, selubung tanah dipecah dan jadilah benda yang kita kehendakai yang terbuat dari logam.
Budaya Masa Pra-Sejarah Indonesia
 Berbicara perkara kehidupan manusia, khususnya dalam arena prasejarah, tentu tidak akan terlepas dari perkara yang lain yaitu lingkungan alam dan budaya. Aspek lingkungan ini merupakan salah satu unsur penting pembentuk suatu budaya masyarakat. Manusia masa prasejarah masih sangat menggantungkan hidupnya pada alarn, oleh karena itu hubungan yang begitu dekat antara manusia dengan lingkungan membawa konsekuensi bahwa manusia hams senantiasa beradaptasi dengan lingkungan yang ditempati, salah satunya tercermin dari hasil budaya. Untuk mendapatkan penjelasan tentang kehidupan manusia masa prasejarah maka perlu mengintegrasikan antara tinggalan manusia, tinggalan budaya, dan lingkungan alamnya. Dengan demikian studi tentang hubungan antara manusia, budaya, dan lingkungan alam masa prasejarah merupakan topik yang tetap aktual menarik, dan perlu dikembangkan dalam disiplin ilmu arkeologi. Nilai-nilai budaya masa prasejarah artinya, konsep-konsep umum tentang masalah-masalah dasar yang sangat penting dan bernilai bagi kehidupan masyarakat prasejarah di Indonesia. Konsep-konsep umum dan penting itu hingga kini masih tersebar luas di kalangan masyarakat Indonesia. Nilai-nilai budaya masa prasejarah Indonesia itu masih terlihat dalam bentuk kegiatan-kegiatan berikut:
1. Mengenal Astronomi
Pengetahuan tentang astronomi sangat penting dalam kehidupan mereka terutama pada saat berlayar waktu malam hari. Astronomi juga, penting artinya dalam menentukan musim untuk keperluan pertanian.
 2. Mengatur Masyarakat
Dalam kehidupan kelompok masyarakat yang sudah menetap diperlukan adanya aturan-aturan dalam masyarakat. Pada masyarakat dari desa-desa kuno di Indonesia telah memiliki aturan kehidupan yang demokratis. Hal ini dapat ditunjukkan dalam musyawarah dan mufakat memilih seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang dipilih itu diharapkan dapat melindungi masyarakat dari gangguan masyarakat luar maupun roh jahat dan dapat mengatur masyarakat dengan baik. Bila seorang pemimpin meninggal, makamnya dipuja oleh penduduk daerah itu.
 3. Sistem Macapat
Sistem macapat ini merupakan salah satu butir dari 10 butir penelitian J.L.A. Brandes tentang keadaan Indonesia menjelang berakhirnya zaman prasejarah. Sistem macapat merupakan suatu tatacara yang didasarkan pada jumlah empat dan pusat pemerintah terletak di tengah-tengah wilayah yang dikuasainya. Pada pusat pemerintahan terdapat tanah lapang (alun-alun) dan di empat penjuru terdapat bangunan-bangunan yang penting seperti keraton, tempat pemujaan, pasar, penjara. Susunan seperti itu masih banyak ditemukan pada kota-kota lama.
 4. Kesenian Wayang
Munculnya kesenian wayang berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Jenis wayang yang dipertunjukkan adalah wayang kulit, wayang orang dan wayang golek (boneka). Cerita dalam pertunjukkan wayang mengambil tema tentang kehidupan pada masa itu dan setelah mendapat pengaruh bangsa Hindu muncul cerita Mahabarata dan Ramayana.
 5. Seni Gamelan
Seni gamelan digunakan untuk mengiringi pertunjukkan wayang dan dapat mengiringi pelaksanaan upacara.
 6. Seni Membatik
Seni membatik merupakan kerajinan untuk menghiasi kain dengan menggunakan alat yang disebut canting. Hiasan gambar yang diambil sebagian besar berasal dari alam lingkungan tempat tinggalnya. Di samping itu ada seni menenun dengan beraneka ragam corak.
7. Seni Logam
Seni membuat barang-barang dari logam menggunakan teknik a Cire Perdue. Teknik a Cire Perdueadalah cara membuat barangbarang dari logam dengan terlebih dulu membentuk tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam itu ada yang terbuat dari batu, tanah liat, dan sebagainya. Pada tempat cetakan itu dituang logam yang sudah dicairkan dan setelah dingin cetakan itu dipecahkan, sehingga terbentuk benda yang dibutuhkannya. Barang-barang logam yang ditemukan sebagian besar terbuat dari perunggu.
Peninggalan masa prasejarah
Peninggalan masa prasejarah Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan di dinding gua atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian pada situs-situs purbakala.
Beberapa lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah Nusantara:
Disusun oleh:
Nana Cholisna, Omet Rasyidi M., Sigit Purnomo P.
Sumber:
Poesponegoro, Marwati Djoeneddan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia I (edisi ke-4). Jakarta: Balai Pustaka.

Perundingan Roem-Royen


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan, Belanda tetap saja tidak mau mengakui kelahiran negara indonesia dengan melakukan  tindakan – tindakan polisionil yang nampak dalam agresi militer satu dan dua. Disamping Belanda pun membuat negara boneka yang bertujuan mempersempit wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Negara boneka tersebut dipimpin oleh Van Mook.
 Belanda mengadakan konferensi pembentukan Badan Permusyawaratan Federal(BFO) yang dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 1948.
Dan pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda mengadakan Agresi Militer Belanda dengan menyerang kota Yogyakarta dan menawan Presiden dan Wakil Presiden beserta pejabat lainnya. Namun sebelum itu Presiden mengirimkan radiogram kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara yang mengadakan perjalanan di Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) sebagai mandat politik., untuk tetap menjalakan pemerintahan.
Dengan begitu Indonesia menunjukkan kegigihan mempertahankan wilayahnya dari segala agresi Belanda. Yang menarik disini adalah bagaimana dunia internasional mulai memperhatikan Indonesia yang mendapat tekanan dari Belanda, hal ini memang tidak terlepas dari politik diplomasi yang memang diarahkan untuk mendapatkan simpati dunia Internasional, seperti dengan memberi bantuan 50. 000 ton beras ke India, sehingga masalah intern dalam negeri pun tidak luput dari perhatian PBB.
Akhirnya konflik bersenjata harus segera diakhiri dengan jalan diplomasi. Dimana isi dari perjanjian Roem – Royen ini adalah dilakukannya gencatan senjata, dan menghentikan perang gerilya yang jika dilihat dari sisi positifnya adalah Indonesia dapat meminimalisir jatuhnya korban lebih banyak, dan membuka jalur diplomasi lainnya, yakni KMB sebagai ujung dari perjuangan diplomasi Indonesi. Dan atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia, maka pada tanggal 14 April 1949 diadakan perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, Anggota Komisi Amerika. 
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sikap TNI atas perjanjian Roem – Royen ?
2.      Bagaimana situasi politik setelah perundingan tersebut ?

C.    Tujuan
1.    Mendeskripsikan bagaimana tanggapan pihak militer, sehubungan dengan diadakannya perjanjian Roem – Royen.
2.    Menjelaskan bagaimana situasi politik di Indonesia, pasca perundingan Roem – Royen.

D.  Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan makalah ini terbagi kedalam tiga bagian, yaitu Bab I, Bab II dan Bab III.. BAB I, berupa pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang penulisan makalah, rumusan masalah yang terdapat di makalah, tujuan dalam penulisan makalah, metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini dan sistematika dalam penulisan makalah.
BAB II, berupa isi dari makalah yaitu mengenai dampak yang terjadi setelah perundingan tersebut, baik reaksi militer maupun situasi politik yang terjadi di Indonesia.
BAB III, berupa kesimpulan yang menyimpulkan pembahasan dari beberapa permasalah dalam makalah ini.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sikap TNI setelah  Perjanjian Roem-Royen
Hasil perundingan Roem-Royen ini mendapat reaksi keras dari berbagai pihak di Indonesia, terutama dari pihak TNI dan PDRI, ialah sebagai berikut:
Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia Jenderal Sudirman pada tanggal 1 Mei 1949 mengeluarkan amanat yang ditujukan kepada komandan-komandan kesatuan memperingatkan agar mereka tidak turut memikirkan perundingan, karena akibatnya hanya akan merugikan pertahanan dan perjuangan.
Amanat Panglima Besar Sudirman itu kemudian disusul dengan maklumat-maklumat Markas Besar Komando Djawa (MBKD) yang meyerukan agar tetap waspada, walaupun ada perundingan-perundingan yang menghasilkan persetujuan.
Perkiraan TNI terhadap kemungkinan serangan dari pihak Belanda tidak meleset. Pasukan-pasukan Belanda yang ditarik dari Yogyakarta dipindahkan ke Surakarta. Dengan bertambahnya kekuatan Belanda di Surakarta dan akibatnya Letnan Kolonel Slamet Riyadi yang memimpin TNI di Surakarta memerintahkan penyerangan-penyerangan terhadap obyek-obyek vital di Solo. Di tempat lain pun perlawalan gerilya tetap berjalan, tanpa terpengaruh oleh perundingan apa pun hasilnya.
Kemudian bersamaan dengan berlangsunya Konferensi Inter-Indonesia pada tanggal 1 Agustus 1949 di Jakarta diadakan perundingan resmi antara Wakil-wakil RI BFO dan Belanda di bawah pengawasan UNCI yang menghasilkan Persetujuan Penghentian Permusuhan. Presiden selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI melalui Radio Republik Indonesia di Yogya pada tanggal 3 Agustus 1949 mengumumkan perintah menghentikan tembak-menembak, hal serupa dilakukan pula oleh Jenderal Sudirman, Panglima Besar TNI. Pada hari yang sama, AHJ Lovink, Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Belanda di Indonesia memerintahkan kepada serdadu-serdadunya untuk meletakkan senjata, yang berarti kedua belah pihak menghentikan permusuhan secara resmi yang pelaksanaannya diawasi oleh KTN dari PBB.
Dalam perjanjian Roem-Royen ini pihak angkatan perang sebaliknya menyambut adanya persetujuan itu dengan perasaan curiga. Panglima besar angkatan perang Jenderal Soedirman pada tanggal 1 Mei 1949 memperingatkan kepada para komandan kesatuan agar tidak memikirkan masalah perundingan. Pernyataan sama untuk mempertegas amanat Panglima Besar Jenderal Soedirman dikeluarkan juga oleh Paglima Tentara dan Territorium Jawa Kolonel A.H. Nasution pada tanggal 5 Mei 1949. Pernyataan itu mengetengahkan bahwa perundingan yang dilaksanakan itu hanyalah merupakan taktik perjuangan, dan diperingatkan kepada semua komandan agar membedakan antara gencatan senjata untuk kepentingan politik dan untuk kepentingan militer. Pada pokoknya dari kalangan angkata perang tidak terdapat kepercayaan akan berhasilnya perundingan karena menurut pengalaman dengan Linggarjati. Renville, dll. Perundingan atau persetujuan dengan Belanda dianggap selalu merugikan perjuangan. Sebagai tindak lanjut dari persetujuan Roem-Royen, pada tanggal 22 Juni diadakan perundingan formal antara RI, BFO dan Belanda di bawaha pengawasan komisi PBB, dipimpin oleh Critchley (Australia). Hasil perundingan itu adalah:
1.    Pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949. Karasidenan Yogyakarta dikosongkan oleh tentara Belanda pada tanggal 1 Juli 1949 dan pemerintah RI kembali ke Yogyakarta setelah TNI menguasai keadaan sepenuhnya daerah itu
2.    Mengenai penghentian permusuhan akan dibahas setelah kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta
3.    Konferensi Meja Bundar diusulkan akan diadakan di Den Haag
Setelah para pemimpin RI berkumpul kembali di Yogyakarta, maka pada tanggal 13 Juli 1949 jam 20.30, diadakan sidang kebinet RI yang pertama. Pada kesempatan itu, Mr. Sjarifudin Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden/Perdana Mentri Moh. Hatta. Dalam sidang kabinet diputuskan untuk mengangkat Sri Sultan Hamengkubowono IX sebagai Mentri Pertahanan dan Koordinator Keamanan. Divisi III di Jawa Tengah terhitung cepat dalam menyusun pertahanannya, mereka telah membagi dalam 3 daerah pertahanan, yang disebut’wehkreise’. Wehkreise I dipimpin oleh letnen kolonel mohammad bakhrun, posnya berada disebelah selatan purbolinggo. Wehkreise II dpimpin letkol suharto, posnya sebelah utara purworejo Wehkreise III dipimpin letkol sarbini, posnya didaerah pegunungan manoreh.

Daerah wehkreise I
Dalam perkembangan keadaan gerilya dapat diuraikan sebagai berikut. Dengan tibanya bantuan dari batalion lain maka aksi gerilya meluas namun tanpa koordinasi.
Pada tanggal 4 januari 1949 lurah desa pakajangan terbunuh oleh 5 orang denagn pistol. Pada 10 januari 1949 pasukan dari divisio siliwangi menyerang pos AP dan kantor wedanan di randudongkal, orang cina setempat menyatakan bahwa pasukan tersebut tidak menggangu mereka.
Tanggal 23 januari 1949 pukul 10 pagi kereta api dari purwokerto ke tegal diserang di dekat bumiayu, pada sebuah tikungan beberapa baut telah dicabut, sehingga kereta api itu sebagain jatuh kedalam sungai, para pengawal dapat menghalau para penyerang sesudah terjadi tembak menembak, diantara penumpang kereta ada tujuh orang mati.
Pasukan siliwangi dalam perjalanan kembali ke jawa barat sering mengadakan serangan di tengah jalan, baik untuk melindungi teman teman maupun perbekalan.
Pada 6 Februari 1949 pukul 2 malam diadakan yang pertama ke kota pemalang, penghadangan pada pagi hari tanggal 8 Februari di pengiringan memusnahkan 2 truk musuh beserta penumpangnya, kota belik di selatan digempur pada 11 februari malam hari, dalam serangan ini sebuah truk musuh yang penuh penumpoang rusak karena melanggar ranjau yang dipsang pasukan.
Tak lama kemudian diadakan pula serangan malam terhadap kota pemalang selama beberapa jam. Tanggal 18 februari penguasa onderneming petarukasn dan bandarjawa di kepatihan pemalang, van der rest, ketika mengunjungi pabriknya telah masuk perangkap dan mati tertembak.
Hasil serangan pada bulan maret adlah pada tanggal 9 februari malam perkebunan karet prumpangan diserang oleh pasukan gerilya, ternyata perkebunan itu dijaga denagn kuat oleh militer belanda sehingga serangan kurang berhasil.
Tanggal 12 sebuah jeep milik perkebunan tomo wonodadi ditembak oleh para gerilya, istri administratur perkebunan tersebut, nyonya hoppe tewas.
Tanggal 10 april 1949 malam’subwehkreise’ suhadi melancarkan derangan malam atas kota batang, sementara itu sebuash jeep yang datang dari semarang dihancurkan, sedangkan sebuah pantserwagen melanggar ranjau darat, berapa korban musuh tidak dapat diketahui.
Suatu aksi pembersihan oleh musuh yang menyerbu denagn 4 kolone  di desa bukus kajen mengakibatkan terjadi pertempuran yang berlangsung antara pukul 3 sampai 6 sore.
Penghadangan pasukan gerilya pada 15 april  didesa banjarsari terhadap kereta api pagi yang terdiri dari 2 lokomotif dan 13 gerbong, mengakibatkan pertempuran sekitar 1 jam, pasukan musuh menembak dar dalam gerbong yang kemudian dapat dikalahkan, dua orang masinis dan stoker ditawan, dua jam kemudian pasukan musuh berdatangan denagn truk dan pesawat pemburu, pasukan gerilya pun mengundurkan diri.
Tanggal 1 februari sebuah patroli musuh mengepung desa semayu, kemudian menembaki kampung, tujuh rumah terbakar, 59 orang jadi korban. Dan aksi pembersihannya di kilimanuk mengakibatkan kerugian di pihak gerilyawan.
Pengeroyokan oleh musuh terhadap kampung kampung hampir setiap hari terjadi, ditambah lagi denag penembakan dan penyitaan, serta tindakan lain yang membuat rakyat menderita.

Daerah wehkreise II
Berada di bawah pimpinan letkol sarbini.
Pada 5 januari 1949 kota magelang mulai mendapat serangan gerilya, gudang pakaian musuh dapt dikuasai, dan berhasil membawa bahan pakaian tapi dapat direbut kembali oleh musuh.
22 januari gerilyawan menyerang dengan 1 peleton, hasilnya seminari yang ditempati oleh musuh mengalami kerusakan, lalu pada 26 januari pasukan gerilya menyerang lagi untuk kedua kalinya dan seminari ityu dibakar, markas musuh dilempari granat.
3 februari kota temanggung mendapat giliran, gerilyawan menyerbu kedalam dan melakukan kekacauan selama sejam.
Kota purworejo pada saat itu pula diserang oleh pasukan gerilya yang bersarang di sekeliling kota. Pada 6 februari satu peleton menyelundup kedalam kota magelang, selama 6 jam mereka melakukan pembakaran, penembakan dan penghantaman terhadap kakitangan NICA. Kota distrik parakan diserbu pada hari berikutnya, dalam pertempuran malam yang berlangsung sekitar 3 jam beberapa orang musuh berhasil ditewaskan. Kota kebumen bertutrut-turut  diserang pada tanggal 8,9 dan 10 maret oleh batalyon sudarmo, hasil dari pertempuran itu sama –sama menewaskan beberapa prajurit.
Tanggal 2 april para gerilyawan melancarkan serangan terhadap grabag yang dibantu sepenuhnya oleh rakyat, hasilnya kemenangan berhasil didapatkan. Pada tanggal 1 mei tepat pukul 08.30 pagi grabag diserbu dengan kekuatan 4 kompi, balabantuan musuh berdatangan dengan truk dan kereta api dari magelang, namun balabantuan ini dihadang oleh 2 peleton gerilyawan dalam kereta api ada 9 korban sedangkan 3 buah truk dengan penumpangnya debinasakan. Tepat pada hari lahir ratu juliana tanggal 30 april kota magelang diserang dengan tembakan mortir, yang ditujukan ke jembatan kali elo dan tangsi-tangsi.
Pada awal bulan maret kegitan penghadangan disekitar magelang diperketat, penghadangan itu berhasil mebinasakan dua buah truk beserta penumpangnya. Tanggal 28 maret pagi kompi gatotkoco menghadang sebuah konvoi belanda yang terdiri dari sebuah jeep dan 5 truk bermuatan tentara, setelah jeep dan truk pertama lewat, yang berikutnya baru ditembaki. Sebuah truk hancur dengan isinya, dan dalam pertempuran jarak dekat sebuah truk lagi berhasil dirusak dan beberapa senjata dirampas.
8 april KODM muntilan mengerahkan 600 orang untuk merusak jalan raya dan rel kereta api di blambang. Satu peleton kompi menghadang sebuah konvoi di dekat salam, penghadangan pada esok harinya di blondo dan japenan berhasil meluluhkan musuh.
Sementara itu kegiatan penghadangan di daerah kebumen, dua regu TNI yang bersarang di gunung mijil memasang bom tarik hasilnya beberapa truk berhasil dihancurkan, namun bantuan musuh segera datang setelah bertempur pasukan gerilya akhirnya mundur.
Pada tanggal 23 februari didesa blancir patroli musuh menembak 17 orang penduduk sehingga tewas semuannya. Pada hari itu pula wonoyoso patroli musuh bertempur denagn AUI. Dua hari kemudian 5 pesawat terbang musuh melancarkan serangan udara terhadap desa ambal. Mereka menjatuhkan 30 bom dan menembak dengan mitralyur.
Tanggal 2 maret patroli musuh bergerak ke kendenter, kenteng dan pinang kulon, ditempat ini mereka merampas uang rakyat, sejumlah kain, obat dan beberapa wanita diperkosa, dalam perlawanan yang dinerikan pasukan gerilya dibendungan, kepala staf brigade 9, mayor ismullah ditawan musuh. Pada 19 maret pasukan belanda menuju ke sruni untuk menghantam pasukan AUI.
Pada 11 april musuh melakukan pembersihan di bagelen dan jenar. Dalam pertempuran disana seorang pasukan gerilya gugur, pertempuran denagn AUI di wonosari mengakibatkan 5 pasukan gugur, pasukan AUI tidak mengindahkan provokasi musuh dan terus berjuang dengan TNI melawan penjajah. Dari hari ke hari mulai tampak bahwa musuh kemampuannya hanyalah sampai menduduki satu-dua tempat sambil berpatroli 10km disekitarnya.
Pada tanggal 3 dan 4 januari malam kota sumpiuh berturut turut diserbu. Penyerbuan pertama dilakukan malam hari serangan dilancarkan dari berbagai jurusan, ditujukan pada pos dan bivak militer yang terletak dimuka dan disamping kewedanaan. Tembak menembak kemudian terjadi pabrik beras srikaton malam itu dibakar. Serasngan kedua ditujukan pada pos-pos militer, dan dilakukan dari jarak dekat dengan menggunakan mortir dan granat.
Pada tanggal 29 januari kota distrik majenag diserang oleh seksi suropati. Di pihak musuh jatuh beberapa korban juga konvoi pagi itu dihadang antara ciawitali onderneming kawung dengan 1 kompi. Dua truk dan 3 orang musuh menjadi korban, beberapa jam kemudian usaha untuk melucuti algemene politie di gandrungmangun gagal, karena musuh mendatangkan bantuan dengan kereta api. Pada saat gerilyawan di kota distrik sidareja bertempur denagn musuh, pasukan gerilya mendapat pukulan telak karena banyak prajuritnya yang tewas, beberapa hari kemudian kompi suwaji membalas denagn serangan atas kota distrik maos, sejumlah bangunan penting dibakar.
Aeal bulan maret sepassukan peronda polisi yang terdiri dari 27 orang dari datasemen salatiga disertai oleh 6 pegawai IVG memasuki desa jomblang untuk menangkap beberapa anggota pasukan merbabu. Mereka disambut denagn tembakan , mortir dan senapan oleh gerilya yang ada ditempat itu. Patroli terseburt segera mencari perlindungan, lalu membalas menembak. Sesudah berlangsung tembak menembak patroli polisi tampaknya kehabisan peluru. 2 buah truk dengan 30 orang serdadu zeni KL yang kebetulan lewat segera memberi bantuan. Ketika itu juga pasukan gerilya mendapat bantuan. Di pihak musuh kemudian datang militer lebih banyak lagi di salatiga dan datang 2 pesawat pemburu dari semarang.
Menghadapi kakuatan musuh yang beghitu besar, pasukan gerilya terpaksa mundur dengan tergesa –gesa denagn meninggalkan senjata, mortir, serta surat-surat penting. Didaerah kendal berangsur-angsur kegiatan gerilya terasa kembali dan menyerang desa sukareja, beberapa rumah dibakar. Bisa dikatakan bahwa didaerah semarang khususnya kabupaten semarang, pemerintah belanda lumpuh,

Daerah wehkreise III
Meski pada awalnya masyarakat yogya tidak ada semangat untuk melakukan perlawanan, namun lama kelamaan semangat itu kembali berkobar. Sebelum serangan dilancarkan ada beberapa rencana dalam melakukan serangan tersebut, yaitu: 1. Mengadakan serangan malam
                2. menghancurkan kekuatan musuh sebanyak-banyaknya
                3. merampas senjata musuh sebanyak-banyaknya
                4. membumihanguskan tempat yang dianggap penting
Tanggal 29 maret 1948 jam 16.00 pasukan gerilya sudah siap sedia, lalu bergerak ke tempat pangkalan penyerangannya masing –masing. Lebih kurang pada jam 7 malam semua telah sampai ditempatnya, penyerangan dilakukan dari segala arah.
Jam 21.00 tembakan pertama dimulai kletika pasukan yang bergerak kedalam. Pasukan gerilya telah dapat menduduki tempat masing-masing disekitar kantor pos, dan secodiningratan, nagbean, patuk, pkuningratan, sentul dan pogok. Tembak-menembak di tepi kota semakin sengit. Belanda menebak terus menerus, mungkin karena pasnya yang ada ditepi kota mendapat serangan maka pasukan yang ada di kota bersiap membantu. Namun begitu keluar dari tangsinya pasukan belanda disambut pasukan gerilya yang telah menunggu disitu, terjadilah tembak menembak, pasukan gerilya yang telah bersiap menyerbu tiap tangsi dari belakang segera menyerbu ke dalam,
Pertempuran terjadi hingga pukul 04.00. pasukan gerilya mulai meninggalkan kota menuju tempat masing-masing. Pada pertempuran ini belanda banyak menelan korban. Pasukan gerilya yang datang dari arah selatan baru sampai 1km dari tepi kota. Pasukan belanda yang menyerang bantul dengan mengadakan omweg, pada 30 desember bergerak menuju kota, pasukan tersebut berjumpa dengan pasukan gerilya dari sektor selatan yang baru kembali dari menyerang kota. Pertempuran segera terjadi sampai pukul 13.00 bantuan belanda dari kota datang beserta pesawat terbangnya, pasukan gerilya pecah dan menghindarkan diri dari penghancuran tersebut. Terpecah menjadi pasukan yang kecil dan bergerak ketempat yang telah ditentukan.
Ketika belanda teris melakukan pembersihan setiap harinya sehingga rakyat menderita, dalam situasi ini kaum gerilya menerapkan taktik bumihangus yang sebelumnya kurang berhassil. Gedung persenjataan tugu dibakar, jembatan patangpuluhan diledakan, pabrik gula sorogedug dan padokan dihancurkan.padda tanggal 15 januari 1949 sepasukan musuh beraksi di daerah padokan, sekitar bantul-imogiri. Jatuh korban 16 orang dari pihak gerilya. Dua hari kemudian patroli musuh yang berkekuatan besar bergerak dari arah maguwo melalui bawuran menuju imogiri. Esok harinya musuh menyerang imogiri dari arah utara denagn 5 pesawat terbang, terjadilah tembak-menembak, korban dari pihak kita ada 3 orang.
Kotagede, dipinggir tenggara ibukota menjadi sarang gerilya yang panas, tanggal 25 januari siang patroli musuh membakari rumah dan menyita barang penduduk denagn sewenang-wenang. Pada 3 februari terjadi aksi pembersihan besar-besaran di sekitar kotagede, aksi mereka berlangsung selama 8 jam. Korban mencapai 2 orang tentara dan 23 rakyat.
Pada 8 april patroli musuh yang berkekuatan 1 peleton di dessa jonggalan-klemisan dikepung oleh pasukan penghadang. Dalam pertempuran yang sengit, ketika pasukan kita hampir kehabisan peluru, kita bersiap untuk pertempuran tangan kosong. Kemudian datang bantuan musuh sekitar 18 truk. Tempat persembunyian ditembaki mortir dan terjadi pertempuran dari dekat sesudahnya. Akhirnya pasukan kita mengundurkan diri karena tidak sanggup melawan pasukan besar musuh.
Serangan gangguan kita selama 6 jam ke dalam kota Yogyakarta pada 1 maret mungkin tidak berarti besar dalam hubungan operasi militer secara menyeluruh, dilihat dari segi jumlah kerugian pada kedua belah pihak. Memnagng aksi gerilya itu satu per satu kecil kelihatannya akan tetapi didalamnya tedapat tujuan hakiki perang gerilya, yaitu menimbulkan efek dalm bidang politik dan psikologis. Pada hatri selasa tanggal 1 maret pagi pos –pos Belanda yang berada di perbatasan kota telah ditembaki, tepat pada pukul 6 pagi gi berbagai tempat dikota terjadi penembakan secara hebat.
Segera militer belanda mengambil tindakan untuk menghalau serangan tersebut, sebuah kolone yang dihadapkan tehadap gerombolan yang menyerang dari selatan dengan melalui kota menuju ketempat yang terancam itu. Kolone itu mendapat tembakan yang hebat dari bagian kraton luar dan setelah kolone itu berhasil mencappai tembok utara dari kraton dalam, juga dialami penembakan dari dalam kraton. Pada saat itu belanda ditembaki oleh para penembak yang bersembunyi di pohon-pohon yang berada di kraton dalam. Karena itu komandan kolone meminta izin memasuki kraton, permintaan segera dikabulkan sri sultan. Setelah sri sultan menerangkan bahwa dihalaman kraton dalam tidak ada anggota gerombolan penyerang, maka tidask diadakan penyelidikan lebih lanjut dalam kraton dalam. Demikianlah perang gerilya di Yogya semakin berkobar dari hari ke hari dan memuncak sekitar waktu tercapainya persetujuan rum-royen,ini membuktikan kesanggupan rakyat dan tentara untuk melakukan perlawanan sampai beberapa waktu lamanya.
Meski terkesan sama seperti didaerah lain yang melakukan perlawanan secara gerilya, namun sesungguhnya bumi hangus di daerah Solo lebih hebat daripada didaerah yogya, karena lebih panjang waktu pelaksanaanya, sedangkan daerah Yogya sangat kompleks dalm hal pimpinan pertahanan, berhubung banyaknya instansi-instansi pusat. Salah satu serangan hebat terhadap solo adalah serangan yang dilancarkan tentara pelajar pada tanggal 16-17 maret 1949. Beberapa kelompok gerilya sekitar pukul 7 melakukan serangan terhadap tangsi polisi di panalaran, tangsi artileri di tipes, asrama polisi di baron, seksi polisi I, dan kantor MP di mangunjayan, pos militer bagian LTD di sriwedar dan stasiun balapan.

B.     Situasi Politik setelah Perjanjian Roem-Royen
Pada tanggal 7 Mei disepakati bahwa Sukarno dan Hatta akan memerintahkan genjatan senjata sekembalinya mereka ke Yogyakarta. Bahwa Belanda akan menerima pihak Republik pada Konferensi Meja Bundar yang akan digelar, dan bahwa mereka tidak akan mendirikan negara-negara federal baru.
Pada tanggal 6 Juli 1949, pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta, yang sudah ditinggalkan oleh pasukan-pasukan Belanda pada akhir bulan juni. Soedirman dan pimpinan-pimpinan tentara lainnya enggan mengakui kekuasaan sipil yang mereka anggap telah meninggalkan Republik. Akan tetapi, pihak militer akirnya mengakui ketika Sukarno mengancam akan mengundurkan diri kalau mereka tidak melakukannya. Suatu konferensi diselenggarakan di  Yogyakarta dan Jakarta pada bulan Juli. Di dalam konferensi itu, negara-negara federal ternyata mempunyai banyak kepentingan yang sama dengan Republik, sebagian besar dikarenakan rasa hormat mereka atas perlawanan Republik dan kekecewaan mereka atas kelalaian Belanda untuk menyerahkan kekuasaan yang penting kepada mereka. Konferensi tersebut bersepakat bahwa tentara republik akan menjadi inti kekuatan militer bagi Republik Indonesia Serikat yang baru dan bahwa Sukarno serta Hatta akan menjadi presiden dan wakil presiden negara itu.
Pada tanggal 1 Agustus, diumumkanlah genjatan senjata yang akan mulai berlaku di Jawa pada tanggal 11 Agustus dan Sumatera pada tanggal 15 agustus. Justru sebelum genjatan senjata itu dilaksanakan, pasukan-pasukan Republik berhasil merebut kembali sebagian besar Surakarta dan mempertahankannya selama dua hari. Bentrokan-bentrokan berikutnya yang berdiri sendiri berlanjut sampai bulan Oktober. Akan tetapi, sedikit demi sedikit, penyerahan kekuasaan militer yang terintegrasi bagi RIS diurus oleh Hamengkubawana IX selaku koordinator keamanan. Akan tetapi, ada beberapa wilayah yang bergolak seperti Sulawesi Selatan, Sumatera Timur, Kalimantan Selatan dan Jawa Barat, dimana proses ini mengahdapi perlawanan dari pasukan-pasukan liar setempat.
Dengan disepakatinya prinsip-prinsip Roem-Royen tersebut, pemerintah darurat RI di Sumatra memerintahkan kepada Sultan Hamengkubowono IX untuk mengambilalih pemerintahan di Yogyakarta apabila Belanda mulai mundur dari Yogyakarta. Partai politik yang pertama kali menyatakan setuju dan menerima baik tercapainya persetujuan Roem-Royen adalah Masyumi. Dr. Sukiman selaku ketua umum Masyumi menyatakan bahwa sikap yang diambil oleh delegasi RI adalah dengan melihat posisi RI di dunia internasional dan di dalam negeri sendiri, apalagi dengan adanya sikap BFO yang semakin menyatakan hasratnya untuk bekerjasama dengan RI. Sedangkan Mr. Surjono Hadinoto, ketua umum PNI menyatakan bahwa Persetujuan Roem-Royen merupakan satu langkah ke arah tercapainya penyelesaian dari masalah-masalah Indonesia. Akhirnya kedua partai ini mengeluarkan pernyataan bersama bahwa Persetujuan Roem-Royen sekalipun masih kurang memuaskan, namun beberpa langkah ke arah penyelesaian pertikaian Indonesia-Belanda.





























BAB III
KESIMPULAN
Pada intinya perjuangan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republk Indonesia dilakukan secara simultan/ beriringan antara perlawanan bersenjata seperti yang terjadi di Bandung, Bali, Ambarawa, Surabaya dan daerah lainnya, juga melalui jalur diplomasi yang arahnya untuk menarik simpati dunia Internasional seperti diplomasi beras ke India, Renville dengan KTN nya, Konferensi Asia yang dilaksanakan di New Delhi, Roem Royen dan sebagai diplomasi terakhir terdapat Konferensi Meja Bundar.
Terjadinya Agresi Militer Belanda menimbulkan reaksi yang cukup keras dari Amerika Serikat dan Inggris, bahkan PBB. Hal ini tidak lepas dari kemampuan pada diplomat Indonesia dalam memperjuangkan dan menjelaskan realita di PBB. Sebagai reaksi dari Agresi Militer Belanda, PBB memperluas kewenangan KTN. Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI. UNCI kependekan dari United Nations Commission for Indonesia. UNCI dipimpin oleh Merle Cochran (Amerika Serikat) dibantu Critchley (Australia) dan Harremans (Belgia). Hasil kerja UNCI di antaranya mengadakan Perjanjian Roem-Royen antara Indonesia Belanda. Perjanjian Roem-Royen diadakan tanggal 14 April 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Sebagai wakil dari PBB adalah Merle Cochran (Amerika Serikat), delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh van Royen. Dalam perundingan Roem-Royen, masing-masing pihak mengajukan statement.
Jika melihat hasil dari perundingan Roem – Royen ini terlihat  bagaimana terdapat kesepakatan untuk menghentikan tembak menembak yang artinya terdapat gencatan senjata sampai berlangsungnya KMB, hal ini menguntungkan karena dapat meminimalisir jatuhnya  korban lebih banyak dipihak Indonesia. Dan dengan dibebaskannya tahanan politik serta pengembalian pemerintahan ke daerah Yogya  dari Bukit Tinggi, nantinya akan membuat stabilitas politik Indonesia bisa menjadi stabil, sampai dengan dilaksanakannya KMB sebagai perundingan yang menentukan kedaulatan republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. (1993). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka
Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta
Zailani, Dahlan. (2010). Perjanjian Roem-Royen 7 Mei 1949. [Online]. Tersedia: http://gogoleak.wordpress.com/2010/08/13/perjanjian-roem-royen-7-mei-1949/ [4 Agustus 2012]
Pujianti, Selvi M. (2011). Perundingan Roem-Royen Versi I. [Online]. Tersedia: http://selvimaharanipujianti.blogspot.com/2011/10/perundingan-roem-royen-versi-i.html [4 Agustus 2012]