Sabtu, 09 Februari 2013

Sejarah dan Perkembangan Pertanian Irigasi Pada Masyarakat Bali


TUGAS UTS TEORI-TEORI SOSIAL BUDAYA
NAMA           : OMET RASYIDI
NIM                : 1006027
Sejarah dan Perkembangan Pertanian Irigasi Pada Masyarakat Bali
Sistem Subak Sebagai Sistem Irigasi Masa Depan
Subak adalah suatu masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Lingkungan topografi dan kondisi sungai-sungai di Bali yang curam menyebabkan sumber air untuk suatu komplek persawahan petani umumnya cukup jauh. Kadang-kadang untuk dapat menyalurkan air ke sebuah kompleks persawahan, mereka harus membuat terowongan menembus bukit cadas. Kondisi inilah yang menyebabkan para petani Bali menghimpun diri dan membentuk organisasi Subak.
Munculnya sistem irigasi ini tidak dapat dilepaskan dengan latar belakang sejarah di Pulau Jawa, khususnya sejarah Jawa Timur. Berdasarkan beberapa peninggalan prasasti yang terdapat masa kerajaan-kerajaan di jawa Timur membuktikan bahwa pertanian sawah merupakan matapencaharian yang penting. Karena itu sistem irigasi yang dimilikinya tentu sudah terorganisir dengan baik.Perpindahan penduduk karena suatu hal dari Pulau Jawa ke Bali tentu berpengaruh juga terhadap perpindahan budaya yang dimilikinya dengan berbagai konsekuensinya, termasuk sistem irigasi yang dimilikinya.Inilah yang menyebabkan semakin mepurnanya sistem irigasi di Bali yang sudah ada sebelumnya, kemudian dikenal dengan nama Subak.
Menurut Casparis, di Jawa-tengah juga terjadi konflik antara Dinasti Sanjaya dengan Saelendra yang menyebabkan terjadi perpindahan ke Jawa-Timur yaitu ditandai dengan munculnya Kerajaan Kanjuruhan yang terdapat di Kota Malang. Dari Jawa-Timur terjadi lagi perpindahan ke Bali berdasarkan prasasti Sukawana I, dan inilah diperkirakan sebagai bukti awal pengaruh Jawa ke Bali dengan segala budaya yang dimiliki, kemudian semakin menyempurnakan budaya setempat termasuk dalam teknologi pertanian.
Sejak abad ke IX sudah terjadi imigrasi secara besar-besaran dari Jawa ke Bali sampai abad ke XVI yang sangat terkait dengan kedatangan Islam pada masa Kerajaan Majapahit. Pada saat inilah diperkirakan terjadi perkembangan pertanian sawah yang dikelola oleh lembaga Subak yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari sawah kering atau tegalan yang sebelumnya dimungkinkan pernah dilaksanakan di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Timur. Dan nampaknya teknologi ini kemudian berkembang di Bali melalui organisasi Subak.
Subak dipimpin oleh seorang Kelian Subak atau Pekaseh yang mengoordinasi pengelolaan air berdasarkan tata tertib (awig-awig) yang disusun secara egaliter. Saat irigasi berjalan baik, mereka menikmati kecukupan air bersama-sama. Sebaliknya, pada saat air irigasi sangat kecil, mereka akan mendapat air yang terbatas secara bersama-sama. Jadwal tanam dilaksanakan secara ketat. Waktu tanam ditetapkan dalam sebuah kurun tertentu. Umumnya, ditetapkan dalam rentang waktu dua minggu. Petani yang melanggar akan dikenakan sanksi.
Subak sebagai suatu sistem irigasi merupakan teknologi sepadan yang telah menyatu dengan sosio-kultural masyarakat setempat. Kesepadan teknologi system subak ditunjukkan oleh anggota subak tersebut melalui pemahaman terhadap cara pemanfaatan air irigasi yang berlanadaskan Tri Hita Karana (THK) yang menyatu dengan cara membuat bangunan dan jaringan fisik irigasi, cara mengoperasikan, kordinasi pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang dilakukan oleh pekaseh (ketua subak), bentuk kelembagaan, dan informasi untuk pengelolaannya. Sistem subak mampu melakukan pengelolaan irigasi dengan dasar-dasar harmoni dan kebersamaan sesuai dengan prinsip konsep THK, dan dengan dasar itu sistem subak mampu mengantisipasi kemungkinan kekurangan air (khususnya pada musim kemarau), dengan mengelola pelaksanaan pola tanam sesuai dengan peluang keberhasilannya. Selanjutnya, sistem subak sebagai teknologi sepadan, pada dasarnya memiliki peluang untuk ditransformasi, sejauh nilai-nilai kesepadanan teknologinya dipenuhi.
Pada dasarnya subak merupakan teknologi yang masih tradisional dan berkearifan lokal. Peran manusia dalam tata bagi distribusi air untuk keperluan irigasi persawahan masih didominasi oleh tenaga , kemampuan,kearifan dan sikap adil dari masyarakat yang dipimpin oleh pemangku adat. Namun disinilah letak keunggulan dari sitem subak. Kesadaran untuk bekerja secara sosial terbentuk tanpa menafikan penguasaan atas lahan pribadi. Selain itu kearifan pemangku adat dalam mmbagi jatah air pada masyarakat petani menjadi prototipe kepemimpinan lokal yang berkeadilan.
Untuk memperoleh penggunaan air yang optimal dan merata, air yang berlebihan dapat dibuang melalui saluran drainasi yang tersedia pada setiap komplek/blok sawah milik petani. Sementara itu, untuk mengatasi masalah kekurangan air yang tidak terduga, mereka melakukannya dengan cara-cara seperti:
  • saling pinjam meminjam air irigasi antar anggota subak dalam satu subak, atau antar subak yang sistemnya terkait
  • melakukan sistem pelampias, yakni kebijakan untuk memberikan tambahan air untuk lahan sawah yang berada lebih di hilir. Jumlah tambahan air ditentukan dengan kesepakatan bersama,
  • melakukan sistem pengurangan porsi air yang harus diberikan pada suatu blok/kompleks sawah milik petani tertentu, bila sawah tersebut telah mendapatkan tirisan air dari suatu kawasan tertentu di sekitarnya
Jika debit air irigasi sedang kecil, petani anggota subak tidak dibolehkan ke sawah pada malam hari, pengaturan air diserahkan kepada pengurus Subak. Dengan demikian distribusi air berjalan secara adil.
Setiap Subak memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik atau Pura Bedugul yang khusus dibangun oleh para petani untuk memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai dewi kemakmuran dan kesuburan, Dewi Sri.
Revolusi hijau telah menyebabkan perubahan pada sistem irigasi ini, dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan kebutuhan petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan sistem Subak, di mana kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan.
Metode yang baru pada revolusi hijau menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah, tetapi kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun di air. Akhirnya ditemukan bahwa sistem pengairan sawah secara tradisional sangatlah efektif untuk menanggulangi kendala ini.














DAFTAR REFERENSI
Budiarto, Tri. (2012). Subak Sistem Teknologi Irigasi Tradisional Yang Berkeadilan Bersandar Pada Kearifan Lokal Dengan Pendekatan Socio-Kultural. [Online]. Tersedia: http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/21/subak-sistem-teknologi-irigasi-tradisional-yang-berkeadilan-bersandar-pada-kearifan-lokal-dengan-pendekatan-socio-cultural/ [5 November 2012]
___________. (2011). Subak Irigation System In Bali Island. [Online]. Tersedia: http://www.hortichain.org/site/id/news/news/25-news/333-subak-irigation-system-in-bali-island.html [5 November 2012]
Sutrisna, Kadek Fendy. (2011). Sistem Subak Sebagai Sistem Irigasi Masa Depan. [Online]. Tersedia: http://indone5ia.wordpress.com/2011/07/17/sistem-subak-sebagai-sistem-irigasi-masa-depan/ [5 November 2012]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar