TUGAS UTS TEORI-TEORI SOSIAL BUDAYA
NAMA :
OMET RASYIDI
NIM :
1006027
Sejarah dan Perkembangan Pertanian
Irigasi Pada Masyarakat Bali
Sistem Subak Sebagai Sistem Irigasi
Masa Depan
Subak adalah suatu masyarakat hukum
adat di Bali yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan
perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Lingkungan
topografi dan kondisi sungai-sungai di Bali yang curam menyebabkan sumber air
untuk suatu komplek persawahan petani umumnya cukup jauh. Kadang-kadang untuk
dapat menyalurkan air ke sebuah kompleks persawahan, mereka harus membuat
terowongan menembus bukit cadas. Kondisi inilah yang menyebabkan para petani
Bali menghimpun diri dan membentuk organisasi Subak.
Munculnya sistem irigasi ini tidak
dapat dilepaskan dengan latar belakang sejarah di Pulau Jawa, khususnya sejarah
Jawa Timur. Berdasarkan beberapa peninggalan prasasti yang terdapat masa
kerajaan-kerajaan di jawa Timur membuktikan bahwa pertanian sawah merupakan
matapencaharian yang penting. Karena itu sistem irigasi yang dimilikinya tentu
sudah terorganisir dengan baik.Perpindahan penduduk karena suatu hal dari Pulau
Jawa ke Bali tentu berpengaruh juga terhadap perpindahan budaya yang
dimilikinya dengan berbagai konsekuensinya, termasuk sistem irigasi yang
dimilikinya.Inilah yang menyebabkan semakin mepurnanya sistem irigasi di Bali
yang sudah ada sebelumnya, kemudian dikenal dengan nama Subak.
Menurut Casparis, di Jawa-tengah
juga terjadi konflik antara Dinasti Sanjaya dengan Saelendra yang menyebabkan
terjadi perpindahan ke Jawa-Timur yaitu ditandai dengan munculnya Kerajaan
Kanjuruhan yang terdapat di Kota Malang. Dari Jawa-Timur terjadi lagi
perpindahan ke Bali berdasarkan prasasti Sukawana I, dan inilah diperkirakan
sebagai bukti awal pengaruh Jawa ke Bali dengan segala budaya yang dimiliki,
kemudian semakin menyempurnakan budaya setempat termasuk dalam teknologi
pertanian.
Sejak abad ke IX sudah terjadi
imigrasi secara besar-besaran dari Jawa ke Bali sampai abad ke XVI yang sangat
terkait dengan kedatangan Islam pada masa Kerajaan Majapahit. Pada saat inilah
diperkirakan terjadi perkembangan pertanian sawah yang dikelola oleh lembaga
Subak yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari sawah kering atau tegalan
yang sebelumnya dimungkinkan pernah dilaksanakan di Pulau Jawa, khususnya di
Jawa Timur. Dan nampaknya teknologi ini kemudian berkembang di Bali melalui
organisasi Subak.
Subak dipimpin oleh seorang Kelian
Subak atau Pekaseh yang mengoordinasi pengelolaan air berdasarkan tata tertib
(awig-awig) yang disusun secara egaliter. Saat irigasi berjalan baik, mereka
menikmati kecukupan air bersama-sama. Sebaliknya, pada saat air irigasi sangat
kecil, mereka akan mendapat air yang terbatas secara bersama-sama. Jadwal tanam
dilaksanakan secara ketat. Waktu tanam ditetapkan dalam sebuah kurun tertentu.
Umumnya, ditetapkan dalam rentang waktu dua minggu. Petani yang melanggar akan
dikenakan sanksi.
Subak sebagai suatu sistem irigasi
merupakan teknologi sepadan yang telah menyatu dengan sosio-kultural masyarakat
setempat. Kesepadan teknologi system subak ditunjukkan oleh anggota subak
tersebut melalui pemahaman terhadap cara pemanfaatan air irigasi yang
berlanadaskan Tri Hita Karana (THK) yang menyatu dengan cara membuat bangunan
dan jaringan fisik irigasi, cara mengoperasikan, kordinasi pelaksanaan operasi
dan pemeliharaan yang dilakukan oleh pekaseh (ketua subak), bentuk kelembagaan,
dan informasi untuk pengelolaannya. Sistem subak mampu melakukan pengelolaan
irigasi dengan dasar-dasar harmoni dan kebersamaan sesuai dengan prinsip konsep
THK, dan dengan dasar itu sistem subak mampu mengantisipasi kemungkinan
kekurangan air (khususnya pada musim kemarau), dengan mengelola pelaksanaan
pola tanam sesuai dengan peluang keberhasilannya. Selanjutnya, sistem subak
sebagai teknologi sepadan, pada dasarnya memiliki peluang untuk ditransformasi,
sejauh nilai-nilai kesepadanan teknologinya dipenuhi.
Pada dasarnya subak
merupakan teknologi yang masih tradisional dan berkearifan lokal. Peran manusia
dalam tata bagi distribusi air untuk keperluan irigasi persawahan masih
didominasi oleh tenaga , kemampuan,kearifan dan sikap adil dari masyarakat yang
dipimpin oleh pemangku adat. Namun disinilah letak keunggulan dari sitem subak.
Kesadaran untuk bekerja secara sosial terbentuk tanpa menafikan penguasaan atas
lahan pribadi. Selain itu kearifan pemangku adat dalam mmbagi jatah air pada
masyarakat petani menjadi prototipe kepemimpinan lokal yang berkeadilan.
Untuk memperoleh penggunaan air
yang optimal dan merata, air yang berlebihan dapat dibuang melalui saluran
drainasi yang tersedia pada setiap komplek/blok sawah milik petani. Sementara
itu, untuk mengatasi masalah kekurangan air yang tidak terduga, mereka
melakukannya dengan cara-cara seperti:
- saling pinjam meminjam air irigasi antar anggota
subak dalam satu subak, atau antar subak yang sistemnya terkait
- melakukan sistem pelampias, yakni kebijakan untuk
memberikan tambahan air untuk lahan sawah yang berada lebih di hilir.
Jumlah tambahan air ditentukan dengan kesepakatan bersama,
- melakukan sistem pengurangan porsi air yang harus
diberikan pada suatu blok/kompleks sawah milik petani tertentu, bila sawah
tersebut telah mendapatkan tirisan air dari suatu kawasan tertentu di
sekitarnya
Jika debit air irigasi sedang kecil,
petani anggota subak tidak dibolehkan ke sawah pada malam hari, pengaturan air
diserahkan kepada pengurus Subak. Dengan demikian distribusi air berjalan
secara adil.
Setiap Subak memiliki pura yang
dinamakan Pura Uluncarik atau Pura Bedugul yang khusus dibangun oleh para
petani untuk memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai dewi kemakmuran dan
kesuburan, Dewi Sri.
Revolusi hijau telah menyebabkan
perubahan pada sistem irigasi ini, dengan adanya varietas padi yang baru dan
metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin, dengan
mengabaikan kebutuhan petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan sistem
Subak, di mana kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan.
Metode yang baru pada revolusi hijau
menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah, tetapi kemudian diikuti dengan
kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik
di tanah maupun di air. Akhirnya ditemukan bahwa sistem pengairan sawah secara
tradisional sangatlah efektif untuk menanggulangi kendala ini.
DAFTAR
REFERENSI
Budiarto, Tri. (2012). Subak Sistem Teknologi Irigasi Tradisional
Yang Berkeadilan Bersandar Pada Kearifan Lokal Dengan Pendekatan Socio-Kultural.
[Online]. Tersedia: http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/21/subak-sistem-teknologi-irigasi-tradisional-yang-berkeadilan-bersandar-pada-kearifan-lokal-dengan-pendekatan-socio-cultural/
[5 November 2012]
___________.
(2011). Subak Irigation System In Bali
Island. [Online]. Tersedia: http://www.hortichain.org/site/id/news/news/25-news/333-subak-irigation-system-in-bali-island.html
[5
November 2012]
Sutrisna,
Kadek Fendy. (2011). Sistem Subak Sebagai
Sistem Irigasi Masa Depan. [Online]. Tersedia: http://indone5ia.wordpress.com/2011/07/17/sistem-subak-sebagai-sistem-irigasi-masa-depan/
[5 November 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar